SIDOARJO (RadarJatim.id) – Pimpinan Cabang (PC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kabupaten Sidoarjo mengecam keras tayangan program “Expose Uncensored” di Trans7 yang disiarkan pada Senin, 13 Oktober 2025 lalu.
Ketua PC GP Ansor Sidoarjo, Choirul Mukminin mengatakan bahwa tayangan di Trans7 tersebut telah melecehkan serta mendiskreditkan lembaga pesantren, para ulama dan ajaran Islam Rahmatan Lil ‘alamin, Selasa (14/10/2025).
Untuk itu, PC GP Ansor Sidoarjo menuntut Trans7 segera menyampaikan klarifikasi dan permintaan maaf terbuka kepada masyarakat pesantren serta umat Islam. PC GP Ansor Sidoarjo juga mendesak manajemen stasiun televisi tersebut melakukan evaluasi internal terhadap tim produksi “Expose Uncensored”.
“Kami telah mengajukan pengaduan resmi kepada KPI (Komisi Penyiaran Indonesia, red) baik pusat maupun daerah atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Penyiaran dan P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran, red),” katanya.
Choirul Mukminin menghimbau kepada seluruh masyarakat, khususnya kalangan santri, anggota Ansor serta anggota Bantuan Serbaguna (Banser) agar tetap tenang dan tidak terprovokasi oleh isu-isu yang berusaha memperkeruh keadaan.
Pria yang akrab disapa Pak Choi itu menegaskan bahwa perjuangan untuk menegakkan kebenaran akan dilakukan melalui jalur hukum yang sah, sebagaimana diatur dalam Undang Undang (UU) yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini.
“Kami akan menyiapkan langkah hukum apabila tidak ada itikad baik dari pihak Trans7 untuk memperbaiki kesalahan dan memulihkan nama baik pesantren serta para ulama,” tegasnya.
Disampaikan oleh Pak Choi bahwa pesantren dan ulama bukan sekadar lembaga keagamaan, melainkan penjaga moral bangsa. Karena itu, GP Ansor Sidoarjo tidak akan tinggal diam ketika kehormatan mereka direndahkan melalui tayangan yang dianggap tidak beretika.
“Ansor Sidoarjo akan berdiri di garda depan untuk menegakkan martabat pesantren dengan cara-cara hukum yang beradab,” ujarnya.
Berdasarkan hasil kajian hukum atau legal opinion yang dilakukan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor Sidoarjo, ditemukan indikasi kuat bahwa tayangan tersebut melanggar sejumlah ketentuan perundang-undangan nasional.
Diantaranya, UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran pasal 36 ayat (5) yang mewajibkan lembaga penyiaran menjaga norma kesusilaan dan tidak menayangkan konten yang menimbulkan kebencian berdasarkan SARA.
UU Nomor 11 Tahun 2008 juncto UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pasal 27 ayat (3) tentang larangan penyebaran informasi bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Kode Etik Jurnalistik dan P3SPS KPI yang menuntut lembaga penyiaran untuk berimbang, tidak menghakimi, serta menghormati nilai sosial dan agama.
PC GP Ansor menilai bahwa tayangan dengan narasi yang tidak akurat dan tidak berimbang itu telah menimbulkan keresahan publik serta merusak citra pesantren sebagai benteng moral dan pendidikan karakter bangsa.
Maka dari itu, PC GP Ansor Sidoarjo memastikan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas sebagai bentuk tanggung jawab moral terhadap para kiai, santri dan masyarakat yang berpegang pada nilai-nilai Islam yang damai dan berkemajuan.
“Kami menyerukan kepada seluruh media massa agar senantiasa menjunjung tinggi etika jurnalistik, menghormati nilai-nilai agama serta menjaga keutuhan bangsa melalui pemberitaan yang berimbang dan bertanggung jawab,” pungkas Pak Choi. (mams)
