Oleh Siti Nur Afifatul Hikmah
Era globalisasi telah membawa banyak kemajuan di berbagai bidang kehidupan. Salah satunya berkaitan dengan dunia literasi.
Literasi secara etimologis berasal dari kata Latin literatus yang berarti orang belajar melalui sistem tulisan yang diasosiasikan. Literasi berkaitan dengan hal-hal yang dapat dipelajari, yang pada dasarnya tidak hanya berfokus pada membaca dan menulis saja. Tetapi, dunia literasi dapat dibagi menjadi 6 jenis yang meliputi: literasi, numerasi, sains, digital, finansial, dan literasi budaya dan kewarganegaraan.
Adapun pengertian literasi berarti seseorang tahu bagaimana membaca
dan menulis. Oleh sebab itu, literasi merupakan upaya untuk menjembatani kesenjangan literasi secara global.
Menurut United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization
(UNESCO), pemahaman masyarakat tentang literasi sangat dipengaruhi oleh akademik, institusi, konteks nasional, nilai budaya, dan pengalaman. UNESCO telah menyatakan, bahwa literasi adalah hak setiap orang dan dasar untuk belajar sepanjang hayat.
Literasi dapat memperkuat dan meningkatkan kualitas individu, keluarga, dan masyarakat. Selain itu, Education Development Center (EDC) menjelaskan, bahwa literasi lebih dari sekadar kemampuan membaca dan menulis. Namun lebih dari itu, literasi merupakan kemampuan individu untuk menggunakan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.
Sehingga dapat dipahami, bahwa literasi menyiratkan kemampuan membaca kata-kata dan membaca dunia dengan sudut pandang yang lebih luas.
Literasi memasuki dunia pendidikan sebagai wadah untuk peserta didik dalam mengembangkan potensinya. Literasi memiliki pemahaman yang lebih baik dan menarik. Kesimpulan dari informasi yang diterima, membantu orang untuk berpikir kritis, tidak bertindak terlalu cepat, serta membantu memperluas pengetahuan umum melalui membaca.
Literasi menjadi sangat penting dalam pendidikan. Hal ini karena literasi mampu membangun karakter peserta didik melalui bacaan yang dibacanya. Semakin peserta didik banyak membaca, maka semakin bertambah pula pengetahuan yang dimilikinya.
Literasi sebagai wadah pengembangan wawasan peserta didik melalui pengetahuan-pengetahuan yang berkembang secara global. Dengan demikian, literasi sangat bermanfaat dan penting dilakukan oleh peserta didik.
Literasi sastra adalah sebuah kemampuan membaca dan menulis sastra. Sebagai sebuah keterampilan, maka keutuhan dan esensi dari sastra, baik kemampuan membaca dan menulis sastra perlu diperhatikan. Sebagai contoh bacaan atau tulisan yang perlu dikembangkan oleh peserta didik melalui sastra meliputi karya sastra lama dan karya sastra modern.
Karya sastra lama di antaranya mite, legenda, dongeng, hikayat, gurindam, karmina, pantun, seloka, syair, talibun. Sedangkan pada karya sastra modern, ada puisi, cerpen, novel, dan drama. Karya sastra juga dikenal dalam dua bentuk, yaitu fiksi dan nonfiksi.
Melalui karya sastra yang dibaca atau ditulis oleh peserta didik, peserta didik diharapkan mampu membangun dan meneladani nilai karakter positif dari bacaan sastra yang dibacanya. Karya sastra bagian dari imaji seseorang yang dituliskan dari kisah-kisah kehidupan.
Dalam kisah tersebut terdapat nilai-nilai yang terkandung, sehingga dapat dijadikan sebagai suri tauladan bagi peserta didik yang membacanya.
Sastra penting bagi pengembangan karakter peserta didik. Dengan sastra, peserta didik dapat meningkatkan sikap kesadaran membaca dan menulis, meningkatkan pemahamannya tentang sikap kemanusiaan, mengenal nilai-nilai (moral, sosial, agama, budaya, humanistik, dsb).
Karya sastra sebagaiproduk kreatif manusia yang bersumber dari nilai-nilai budaya yang diolah secara sempurna oleh seorang sastrawan. Dengan demikian, sastra melahirkan pengalaman tentang kehidupan yang konkret dan komprehensif, sehingga dapat menjadi tuntunan kehidupan
yang dapat memperkaya pikiran dan perasaan bagi pembacanya.
Sekolah tidak hanya bertanggung jawab untuk menghasilkan peserta didik yang unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga dalam identitas, karakter, dan kepribadian. Karakter dan budi pekerti melalui sekolah dapat dibentuk tidak hanya melalui perolehan pengetahuan (knowledge), tetapi juga melalui pengenalan atau penanaman nilai-
nilai yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam konteks pembelajaran di sekolah, ada mata pelajaran yang memperkenalkan pembentukan karakter secara abstrak dan ada pula yang menyajikan pendidikan karakter secara ideal. Sastra dapat membangun
karakter peserta didik secara nyata (konkret) yang dapat dilakukan dengan membiasakan peserta didik membaca dan menulis karya-karya sastra sekurang-kurangnya 15 menit setiap harinya.
Dengan hal ini, karakter peserta didik dapat dibangun melalui bacaan-bacaan sastra seperti novel, cerpen, pantun, yang dapat menarik minat peserta didik. Seorang guru dalam mendampingi peserta didik untuk giat literasi sastra, diharuskan untuk memberikan anjuran terkait bacaan sastra yang disesuaikan dengan konteks pendidikan.
Banyaknya program pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah, maka tidak cukup hanya dengan satu pendekatan pembelajaran “satu model”. Program-program yang dilakukan oleh pemerintah, sebagai upaya mengutamakan peningkatan dalam pembelajaran.
Kegiatan membaca dan menulis sastra bagi peserta didik harus
dikebambangkan. Struktur dan kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah, tak jarang mempertimbangkan latar belakang dan kebutuhan peserta didik.
Dengan adanya program literasi sastra, pemerintah menuntut peserta didik untuk memprioritaskan pemerolehan melek huruf. Program literasi sastra dilakukan pada sekolah-sekolah dengan waktu 10-15 menit sebelum aktivitas pembelajaran dimulai. Sehingga melek huruf keterampilan
membaca dan menulis sastra, membantu meningkatkan serta membangun karakter peserta didik yang terpinggirkan oleh zaman. (*)
*) Penulis adalah Dosen Program Studi Tadris Bahasa Indonesia (TBIN),
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK), Institut Agama Islam Darussalam (IAIDA) Blokagung, Banyuwangi.







