SIDOARJO (RadarJatim.id) – Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis serta infeksi berulang yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar.
Berdasarkan data dari Sistem Kesehatan Indonesia (SKI) pada 2023 menunjukkan bahwa angka stunting bayi dibawah lima tahun (balita) di Kabupaten Sidoarjo telah turun menjadi 8,4 persen dari sebelumnya 16,1 persen pada 2022. Angka tersebut masih dibawah angka rata-rata kasus stunting di regional Jawa Timur (Jatim) yang mencapai 17,7 persen.
Pemerintah Desa (Pemdes) Tambakrejo, Kecamatan Krembung juga terus berupaya menekan angka stunting yang ada diwilayahnya. Pada tahun 2022 lalu, ada 36 balita yang terindikasi mengalami stunting atau sekitar 10 persen dari 484 jumlah balita yang ada di Desa Tambakrejo.
Kemudian Pemdes Tambakrejo melalui kader-kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) melakukan berbagai upaya, sehingga angka tersebut bisa ditekan menjadi sekitar 3 persen atau sebanyak 12 balita yang masih terindikasi stunting.
“Hingga bulan Juni (2024, red) angka stunting di Desa Tambakrejo bisa ditekan menjadi 0,23 persen atau tinggal 1 balita saja,” kata dr. Djoko Setijono, Kepala Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Krembung usai kegiatan Rembug Stunting dan Bimbingan Teknis (Bimtek) Kader di Balai Desa Tambakrejo, Selasa (06/08/2024).
Dikatakan oleh Djoko Setijono bahwa Desa Tambakrejo menjadi salah satu desa percontohan yang mampu menekan angka stunting hingga signifikan. Sebab pada tahun 2022 lalu, angka stunting di Desa Tambakrejo menjadi yang tertinggi diwilayah Kecamatan Krembung.
“Bahkan menjadi tertinggi kedua di Kabupaten Sidoarjo,” katanya.
Dijelaskan oleh Djoko ada berbagai cara yang dilakukan oleh Puskesmas Krembung dalam menekan angka stunting diwilayahnya, khususnya di Desa Tambakrejo. Salah satunya dengan memberikan pelatihan-pelatihan atau Bimtek pencegahan/penanganan stunting kepada kader-kader Posyandu.
“Semua kader (Posyandu, red) di Desa Tambakrejo sudah bersertifikat, mulai dari muda, madya hingga pratama,” jelasnya.
Sementara itu, Sutrisno Kepala Desa (Kades) Tambakrejo menuturkan bahwa kasus stunting diwilayahnya menjadi perhatian khusus baginya. Untuk itu, Pemdes Tambakrejo selalu support terhadap kader-kader Posyandu dalam menekan angka stunting didesanya.
Salah satunya memberikan alokasi anggaran kepada Posyandu yang dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan pencegahan atau penanganan stunting, mulai dari sosialisasi hingga penambahan gizi makanan bagi balita terindikasi stunting.
“Pemdes (Tambakrejo, red) selalu support kader-kader Posyandu dalam penanganan stunting,” tuturnya.
Untuk itu, Pemdes Tambakrejo memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada kader-kader Posyandu yang bekerja dengan penuh kesabaran dan tanpa lelah dalam menekan angka stunting didesanya.
Sebab, menurut Sutrisno bahwa tidak semua orang tua mau jika anak balitanya disebut stunting. Sehingga kader-kader Posyandu harus turun langsung atau door to door melakukan sosialisasi dan pendampingan terhadap keluarga yang balitanya terindikasi stunting.
“Kader-kader kerjanya sangat luar biasa dalam menekan angka stunting. Mereka harus turun langsung dari rumah ke rumah untuk melakukan sosialisai dan pendampingan terhadap keluarga yang balitanya terindikasi stunting,” terangnya. (mams)







