SIDOARJO (Radarjatim.id) — SDN Kedungkendo Candi Sidoarjo telah menerapkan program SRG (Sekolah Responsif Gender). SRG merupakan program 10 Pilot Project PSGPA (Pusat Studi Gender dan Perlindungan Anak) yang diselanggarakan oleh INOVASI (Inovasi Anak Untuk Sekolah Indonesia) dan Umsida (Universitas Muhammadiyah Sidoarjo), mulai Nopember 2022 lalu.
Menurut Kepala SDN Kedungkendo Candi Sidoarjo, Minarlin, S.Pd bahwa proses penerapannya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Walaupun ternyata apa yang sudah kami lakukan di sekolah jauh sebelumnya sudah mengarah ke SRG. Baru terasa setelah kepala sekolah dan beberapa guru mengikuti program pelatihan-pelatihannya. “Jadi baru tahu kalau apa yang kita lakukan ternyata sudah SRG. Diantaranya kamar mandi sudah terpisah, tempat duduk di bangku sekolah. Sekarang kita kembangkan lagi ke UKS, yaitu harus ada keperluan untuk perempuan, misal pembalut dan yang laiinya,” jelas Minarlin, pada (14/3/2023) lalu.
Menurutnya, prosesnya harus sabar dan telaten serta rutin dalam melakukan sosialisasi. Karena ini anak-anak, jadi harus sering dilakukan. Mungkin kalau terhadap anak-anak remaja dan dewasa untuk sosialisasi bisa sekali dua kali. Tapi kalau untuk anak-anak perlu sering kali. Termasuk harus rajin pula menggerakkan guru-gurunya untuk melakukan jangan sampai patah semangat. “Pada awal mulanya, sekarang dijelaskan, besoknya sudah lupa lagi. Lama-lama dengan penuh ketelatenan bisa berjalan dengan baik hingga sekarang,” ungkap Minarlin.
Lanjutnya, untungnya pihak orang tua atau wali murid sangat mendukungnya. Sehingga saat anak-anak di rumah masing-masing juga mendapatkan arahan kembali dari orang tuanya. “Support orang tua sangat penting dan sangat diperlukan, mulai berangkat dari rumah anak-anak sudah diingatkan kembali oleh orang tuanya, sehingga tiba di sekolah mereka sudah mengerti apa yang harus dilakukan,” jelasnya.
Oleh karena itu sekarang ini sudah banyak perubahan-peruhanan. Termasuk RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang dulunya SRG tidak tercatat, sekarang ini sudah mulai dimasukkan. “Bahkan untuk kegiatan belajar memasak yang selama ini identik dengan perempuan, ternyata dengan adanya penerapan SRG anak laki-laki ada juga yang mau belajar memasak. Mereka juga sering tempil jadi koki dalam kegiatan-kegiatan tertentu,” terang Minarlin.

Ia katakan kalau pihaknya juga berencana untuk menambah tempat tidur di UKS yang selama ini masih ada satu, nanti akan ditambahkan menjadi dua, dan akan dipisahkan antara laki-laki dan perempuan. “Kami yang belum ada adalah kamar ganti anak-anak, mudah-mudahan dalam waktu dekat ini bisa terealisasi, ada ruangan yang bisa dimanfaatkan,” katanya.
Sementara itu, Triana, S.Pd sebagai guru kelas 4 menambahkan kalau di sekolah sudah menerapkan program SRG. Namun selama ini tidak pernah ada dokumentasi, tidak ada pencatatan juga tidak pernah ada pelatihan-pelatihan. Untuk kelompok belajar itu sudah dari dulu kita campur, namun masih ada hal-hal tertentu yang tidak diperbolehkan antara laki-laki dan perempuant. Sehingga kami mengerti yang kita kerjakan itu masuk dalam program SRG adalah setelah mendapatkan pelatihan-pelatihan tersebut,” tambahnya.
Sekarang yang sudah ditambahkan adalah untuk memperbaiki perilaku anak-anak laki-laki yang tidak boleh sembarangan pegang anak perempuan. Termasuk juga soal bullying, sekarang ini sudah jarang terjadi, dan sembarangan atau berani terhadap orang tua sendiri juga tidak diperbolehkan. “Itulah yang kita terapkan hingga sekarang. Jadi programnya sangat bagus sekali, semoga terus berkelanjutan,” jelasnya.(mad)







