SIDOARJO (RadarJatim.id) – Lelang proyek revitalisasi Alun-alun Sidoarjo mendapat sorotan tajam dari komponen masyarakat Sidoarjo. Sebab dengan pagu anggaran sekitar Rp 29 Milyar itu mendapatkan penawaran terendah sekitar Rp 23 Milyar dari salah satu kontraktor.
Rendahnya nilai penawaran yang diajukan para kontraktor peserta tender proyek revitalisasi Alun-alun Sidoarjo tentunya menimbulkan sejumlah kejanggalan, khususnya yang terkait dengan proses perencanaannya.
“Ada apa ini, kok penawarannya sampai turun hingga diatas 18% dari nilai pagu proyek? Apa mungkin tim perencananya salah hitung dalam menetapkan harga satuan barangnya, sehingga nilai anggaran kegiatannya terlalu tinggi?,” tanya Kasmuin, Direktur Center For Participatory Development (CePAD), Rabu (19/03/2025).
Kemungkinan lainnya adalah penawaran yang diajukan kontraktor memiliki dasar harga satuan barang yang lain dan berbeda sehingga perhitungannya bisa jatuh dari Rp 29 Miliar menjadi Rp 23 Miliar.
Diiungkapkan oleh Kasmuin bahwa semua komponen biaya sebuah proyek jasa kontruksi seperti revitalisasi alun-alun Sidoarjo tersebut ada batasannya.
“Ada aturannya itu. Semuanya, mulai dari bahan bangunannya sampai pada perhitungan Hari Orang Kerja (HOK, red). Pajak dan keuntungan pelaksana atau kontraktornya juga sudah diatur pagu harganya serta biaya jasa konstruksinya,” ungkapnya.
Karena itu selisih penawarannya tidak mungkin bisa terlalu jauh dari pagu anggaran proyeknya. Kasmuin menyebut, angka penawaran yang paling realistis tidak sampai terpaut 10% dari nilai pagu.
Jika kemudian ada kontraktor yang berani menawar jauh dari batas tersebut, kemungkinan yang ada angka pagu proyek yang dipatok tim perencana memang terlalu mahal.
“Itu turunnya sampai Rp 6 Milyar, lho! Dan, ini sangat patut dipertanyakan,” ujarnya.
Dan jika tawaran itu diterima, berarti nilai rupiah tersebut harus dikembalikan ke Kas Daerah (Kasda) Kabupaten Sidoarjo sebagai Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran atau Silpa.
Padahal uang sebesar itu bisa dialokasikan untuk membiayai proyek pembangunan lainnya yang menyentuh kepentingan masyarakat, baik fisik maupun non fisik di tahun anggaran 2025 ini.
Sebaliknya, jika penghitungan nilai pagu itu memang sudah benar, maka besaran nilai penawaran yang diajukan kontraktor peserta tender proyek tersebut harus dicermati dengan teliti.
“Jangan sampai mengorbankan kualitas bangunannya karena bisa jadi spek bahannya yang diminimalisir akibat menawar terlalu murah,” tegasnya.
Apalagi jika kemudian proyek tersebut malah mangkrak karena kontraktornya kehabisan dana dalam proses pembangunannya. “Kemungkinan itu tetap ada, jika nilai penawarannya tidak realistis. Hal ini harus benar-benar dipertimbangkan,” tambah aktivis senior asal Candi tersebut.
Disisi lain, ia juga mendorong Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo, khususnya dinas yang menauingi atau bertanggung jawab dalam proyek itu, untuk transparan ke publik.
“Sampaikan pada masyarakat secara terbuka, bakal seperti apa wajah alun-alun kabupaten kita dengan duit Rp 29 Milyar itu. Soalnya hampir tiap tahun ada saja uang APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, red) maupun non APBD yang dialokasikan untuk revitalisasi alun-alun,” sampainya.
Dengan begitu diharapkan semua komponen masyarakat bisa bersama-sama ikut mengawasi proyek tersebut, mulai dari proses pembangunannya sampai hasil akhirnya nanti.
“Lha kalau kita nggak tahu desain dan speknya seperti apa? Lalu bagaimana bisa mengawasi?,” pungkasnya. (mams)
