MALANG (RadarJatim.id) — Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (FH UMM) mengembangkan program magang COE dan magang mandiri bagi mahasiswa semester VI Fakultas Hukum UMM. Magang COE dilaksanakan selama 2 semester, sedangkan magang mandiri ditempuh 1 semester, bersamaan dengan perkuliahan aktif secara online dengan 2 SKS (sistem kredit semester).
Salah satu kelompok mahasiswa berkesampatan magang di Kantor Advokat Haris Fajar K, SH & Associates di kawasan kota Malang, Jawa Timur. Kelompok mahasiswa FH UMM ini terdiri atas 4 orang, yakni Muhammad Rozan Dwi Putra (koordinator), dengan anggota Nurul Safira Hehanussa, Fariz Nor Mizal, dan Sri Bandi Jumiati. Mereka didampinngi dosen pembimbing magang (DPM) Cekli Setya Pertiwi, SH, LLM, PhD dan dosen pembimbing lapang (DPL) Meftahurohman, SH, MH.
Menurut Koordinator Kelompok, Muhammad Roan Dwi Putra, magang di kantor advokat memberikan pengalaman yang tidak hanya menambah wawasan hukum, tetapi juga membangun sikap dan perspektif terhadap dunia hukum. Bagi mahasiswa hukum, ktanya, magang bukan hanya sekadar kewajiban untuk memenuhi SKS. Lebih dari itu, magang merupakan sambungan krusial antara teori hukum yang dipelajari di ruang kelas dan penerapan hukum yang terjadi di lapangan.
“Sejak pertama kali memasuki kantor pengacara di tempat kami magang, yaitu Haris Fadjar K, SH & Associates, kami langsung merasakan atmosfer yang sangat berbeda dibanding di kelas. Di sini tidak ada lagi pengajar yang membahas konsep norma, pasal, atau prinsip-prinsip hukum dengan cara yang teratur. Suasana yang ada adalah berkas-berkas yang ada di meja, klien yang datang dan pergi, dan pengacara yang sibuk merancang strategi pembelaan saat sidang di pengadilan,” ungkap Roan Dwi Putra, Rabu (25/6/2025).
Menyelami Ritme Praktik Hukum
Roan Dwi Putra menambahkan, selama menjalani magang, mereka mendapatkan bimbingan dari advokat senior Haris Fajar dan dosen pembimbing lapang Meftahurohman yang mengurus perkara litigasi maupun non-litigasi. Setiap hari kelompok mahasiswa magang ini diberi tugas untuk berkontribusi dalam penyusunan gugatan, pendapat hukum, dan melakukan analisis terhadap dokumen kasus.
“Salah satu hal yang pertama kali kami ketahui adalah, betapa pentingnya keterperincian. Di bidang hukum, satu kalimat dapat mengubah keseluruhan arti suatu dokumen hukum dan berdampak pada kehidupan seseorang,” tambah Nurul Safira Hehanussa, mahasiswa anggota kelompok magang.

Mahasiswa magang berdiskusi bersama advokat senior Haris Fajar dan paralegal.
Selain berurusan dengan berkas di kantor, para mahasiswa itu juga mendapatkan kesempatan ikut menghadiri sidang di Pengadilan Negeri (PN). Dari pengalaman tersebut, mereka memahami, bahwa proses persidangan di pengadilan jauh lebih rumit ketimbang yang dibayangkan sebelumnya. Segala aspek, mulai dari cara menyampaikan argumen, membawa barang bukti, hingga menyusun replik atau duplik, memerlukan persiapan yang sangat teliti.
“Saat melihat advokat menyampaikan pembelaan di hadapan hakim, kami semakin menyadari, bahwa retorika hukum lebih dari sekadar berbicara, melainkan merupakan seni dalam menyusun argumen hukum yang meyakinkan,” tandas Rozan Dwi Putra.
Etika dan Empati
Yang juga sangat berharga dari pengalaman ini selama magang adalah pembelajaran mengenai etika dalam profesi. Seorang pengacara, lanjut Rozan Dwi Putra, memiliki tanggung jawab tidak hanya kepada kliennya, tetapi juga kepada hukum, masyarakat, dan hati nurani. Di setiap kasus, terdapat individu dengan cerita dan perasaan yang dalam.
Saat terlibat dalam menangani kasus perceraian atau sengketa harta waris, mahasiswa magang itu menyadari, bahwa profesi advokat lebih dari sekadar membela hukum, tetapi ini juga menjadi seorang pendengar dan penengah yang arif.
Ia menambahkan, kantor hukum tempat mereka magang, menekankan pentingnya menjaga rahasia informasi klien, bersikap netral, dan tidak terpengaruh oleh campur tangan dari pihak luar.
“Dalam sebuah pertemuan diskusi internal, Pak Haris pernah mengungkapkan, bahwa advokat tidak membela orang yang salah, tetapi membela hak-hak yang dimiliki setiap orang,” ujarnya.
Magang, tambahnya, juga mengembangkan berbagai soft skill yang tidak mereka peroleh selama di kelas. Mereka belajar dengan cara yang tepat dan efisien, mengatur jadwal yang padat, bekerja sama dalam tim di bawah tekanan waktu, serta menyesuaikan diri dengan ritme cepat di kantor hukum. Dalam menghadapi semua tuntutan itu, disadari betapa pentingnya komunikasi yang efektif dan tanggung jawab dalam menangani masalah.
Salah satu pengalaman yang paling mengesankan adalah ketika para mahasiswa itu diminta menyiapkan memo hukum berkaitan dengan masalah hukum waris tanah. Mereka harus membantu mengumpulkan informasi dan dokumen mengenai total luas tanah yang disengketakan, posisi tanah dan informasi dokumen dalam waktu cuma beberapa minggu, lalu merangkum isu hukumnya dan menyusun argumen yang mendukung posisi klien.
“Pada awalnya saya merasa cemas. Tetapi setelah mempresentasikannya dan menerima penghargaan, saya merasa sangat dihargai dan termotivasi,” ungkapnya lega.
Ia menambahkan, magang di kantor advokat merupakan salah satu fase paling penting dalam perjalanan sebagai calon sarjana hukum. Apa yang didapat selama magang bukanlah akhir, sebaliknya justru sebuah langkah permulaan. Permulaan untuk memahami, menjadi bagian dari dunia hukum bukan hanya tentang menghafal pasal, tapi tentang hidup dalam nilai-nilai keadilan, integritas, dan tanggung jawab.
“Bagi siapa pun yang sedang atau akan menjalani magang, kami ingin mengatakan, bahwa manfaatkanlah waktu itu sebaik-baiknya. Amati, belajar, bertanya, dan refleksikan. Sebab, setiap pengalaman di sana akan menjadi fondasi kokoh dalam langkah menuju dunia hukum yang lebih luas dan penuh tantangan,” pungkasnya. (rj2/red)







