GRESIK (RadarJatim.id) — Kesadaran menjaga bumi tidak cukup diajarkan di ruang kelas. Pola ini harus tumbuh dari rumah, dari teladan orang tua, dan dari kebiasaan sehari-hari.
Berangkat dari kesadaran itulah MI Muhammadiyah 4 Wotan (MI Mudipat), Kecamatan Panceng mencatat sejarah sebagai madrasah pertama di Kabupaten Gresik yang menggelar Parenting Eco-Friendly: Mendidik Anak Mencintai Alam.
Kegiatan yang digelar pada Rabu (17/12/2025) ini menegaskan pentingnya peran orang tua dalam mendampingi tumbuh kembang anak agar memiliki kepedulian terhadap lingkungan. Mengangkat isu aktual bencana Sumatera dan persoalan sampah, parenting Eco-Friendly menghadirkan Mochammad Nor Qomari, SSi, Sekretaris Majelis Lingkungan Hidup PDM Gresik, sebagai narasumber utama.
Acara ini dihadiri oleh sesepuh Muhammadiyah Wotan, KH Affan Akhwan, KH Mahmudi selaku Pembina Majelis Dikdasmen PRM Wotan, Ketua Dikdasmen PRM Wotan Ustadz Hasan Mahrobi, SPd, Kepala MI Mudipat, seluruh guru dan karyawan, wali siswa kelas 1 hingga 6, serta para siswa. Kebersamaan lintas generasi ini memperkuat pesan, bahwa menjaga alam adalah tanggung jawab bersama.
Parenting dibuka oleh Ustadz Ari, sapaan akrab Nur Qomari, dengan pembacaan terjemahan QS Al-Baqarah ayat 30 tentang manusia sebagai khalifah di bumi dan QS. Al-A’raf ayat 57 yang melarang perusakan lingkungan. Dengan penuh keteguhan, ia menegaskan, “Bumi bukan warisan, tetapi titipan. Kita tidak berhak merusaknya sesuka hati, karena ini amanah yang harus dijaga untuk generasi mendatang.”
Melalui parenting Eco-Friendly ini, MI Mudipat menargetkan perubahan pola asuh keluarga menuju sustainability parenting. Orang tua diajak tidak hanya mendidik anak agar bertanggung jawab terhadap diri sendiri, tetapi juga terhadap planet yang mereka huni. Pola asuh ini diyakini mampu membentuk generasi yang peduli lingkungan, menumbuhkan kebiasaan hidup hemat melalui penggunaan produk ramah lingkungan, serta memberikan kontribusi nyata bagi kelestarian bumi.
Dalam pemaparannya, Ustadz Ari mengajak seluruh orang tua untuk memulai perubahan dari rumah. “Saya percaya, setiap langkah kecil di rumah tangga dapat membawa perubahan besar,” ujarnya.
Semangat pun menggelora saat ia menyuarakan seruan, “Berubah atau dipaksa berubah? Kita hanya punya satu bumi!” yang disambut serempak oleh audiens dengan jawaban penuh tekad, “Siap berubah!”
Dua isu lingkungan menjadi fokus utama dalam parenting ini. Pertama, bencana Sumatera, yang dijadikan bahan pembelajaran untuk membentuk anak yang kuat secara spiritual, peka secara sosial, dan cerdas menyikapi risiko kehidupan. Cuaca ekstrem yang berubah menjadi banjir bandang di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dijelaskan sebagai dampak kerusakan ekosistem dan tata ruang yang buruk. Orang tua didorong untuk menjelaskan kepada anak tentang penyebab bencana, dampaknya, serta solusi agar kondisi lingkungan dapat dipulihkan.
Kedua, persoalan sampah, yang dibahas melalui penerapan prinsip 7R dalam keluarga, yakni: Rethink, Refuse, Reduce, Reuse, Repair, Rot, dan Recycle. Prinsip ini menekankan pencegahan sampah sejak dari sumbernya hingga pengelolaan akhir yang bertanggung jawab, dimulai dari rumah.
Sebagai penutup, Ustadz Ari membagikan tips praktik sustainability parenting: ayah dan bunda harus memiliki satu visi bersama, memberikan keteladanan nyata di rumah, melanjutkan parenting dengan aksi konkret, membangun komitmen keluarga, menyampaikan tujuan dengan jelas kepada anak, konsisten, serta memulai dari langkah-langkah sederhana.
Menariknya, parenting ini tidak berhenti pada tataran wacana. Di akhir sesi, para wali siswa diberi tantangan untuk mengirimkan rencana tindak lanjut berupa aksi nyata yang akan dilakukan di rumah melalui WhatsApp. Sebuah langkah kecil, namun riil dan penuh harapan.
Melalui Parenting Eco-Friendly ini, MI Mudipat menyalakan inspirasi, bahwa perubahan besar bagi bumi dapat dimulai dari keluarga, dari kesadaran, keteladanan, dan komitmen untuk menjaga amanah Tuhan berupa alam semesta. (ari/har)







