SIDOARJO (RadarJatim.id) — Ribuan warga tumplek blek di Jalan Gajah Putih, Desa Tambakoso, Kecamatan Waru, Sidoarjo, Rabu (18/6/2025). Mereka menghadang proses eksekusi lahan seluas 9,85 hektare yang menjadi objek sengketa antara warga dan PT Kejayan Mas.
Aksi blokade jalan, pembakaran ban, dan saling dorong dengan aparat mewarnai ketegangan di lokasi, hingga Kapolresta Sidoarjo Kombespol Christian Tobing sempat terdorong oleh massa.
Di balik situasi yang memanas itu, ternyata Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo sudah membacakan putusan penetapan eksekusi di sekitar objek tanah yang menghadap ke tol untuk menghindari bentrok massa. Pasalnya, di depan pintu masuk objek tanah, ribuan massa sudah menghadang.
Hartono, salah satu warga yang ikut aksi, menyuarakan penolakan keras terhadap eksekusi yang dianggap tidak adil. “Tanah ini milik warga. Kami punya bukti,” tegasnya.
Sementara pihak PT Kejayan Mas yang memenangkan sengketa perdata hingga tingkat kasasi, menilai eksekusi itu sah dan wajib dilaksanakan. Kuasa hukum PT Kejayan Mas, Abdul Salam, menyatakan, pihaknya telah membeli lahan secara sah dari ahli waris almarhumah Elok Wahibah dan almarhum Musofaini, dan telah mengantongi putusan inkracht.
“Secara sah dan inkrah, tanah itu telah dimenangkan oleh PT Kejayan Mas. Proses jual-belinya sah dan lengkap,” ujarnya.
Ia menegaskan, eksekusi ini sudah diajukan sejak 2019. Semua dokumen lengkap. Ia juga menjelaskan, bahwa lahan tersebut akan dimanfaatkan untuk pembangunan perumahan buruh. Karena itu, pihaknya mendesak PN Sidoarjo tidak tunduk terhadap tekanan massa.
“Kami bersyukur eksekusi ini akhirnya bisa dilaksanakan. Meski tidak dilakukan di depan objek utama karena massa, pembacaan putusan tetap sah dilakukan dari sisi samping objek,” ujarnya.
Sementara itu, juru sita PN Sidoarjo, Ipul, mengatakan, penetapan eksekusi berkekuatan hukum tetap atau inchracht sudah dibacakan secara jelas dan gamblang di samping objek tanah eksekusi.
“Artinya eksekusi sudah dilaksanakan,” ujarnya.
Termohon eksekusi melalui kuasa hukumnya, Andy Fajar Yulianto, menuding proses eksekusi cacat secara formil. Ia menyatakan, bahwa surat pemberitahuan eksekusi baru diterima secara fisik pada pukul 10.00 WIB, padahal proses eksekusi telah berjalan sejak pagi.
“Surat itu baru diterima kepala desa kemarin, tanggal 17 Juni. Itu menyalahi aturan, cacat secara formil,” tegas Andy.
Ia juga menyoroti adanya dua putusan hukum yang saling bertentangan. “Di perdata mungkin PT Kejayan Mas menang, tapi dalam perkara pidana Nomor 236, Agung Wibowo dinyatakan bersalah karena tipu muslihat dalam jual-beli tanah itu,” tambahnya.
Diketahui, ini merupakan kali ketiga eksekusi atas lahan tersebut dilakukan. Dua upaya sebelumnya pada Februari 2025 gagal, karena penghadangan warga. Kali ini, pembacaan eksekusi dilakukan oleh juru sita dari sisi yang relatif sepi, guna menghindari bentrokan langsung. (RJ/RED)







