SIDOARJO (RadarJatim.id) Beberapa desa yang terkena dampak lumpur panas di tiga kecamatan diwilayah Kabupaten Sidoarjo, akhirnya digabungkan dengan desa-desa yang ada disekitarnya.
Beberapa desa tersebut, diantaranya Desa Besuki yang digabungkan dengan Desa Dukuhsari, Desa Pejarakan yang bergabung dengan Kedungcangkring, dimana keduanya masuk wilayah Kecamatan Jabon.
Desa Renokenongo yang digabung dengan Desa Glagaharum-Kecamatan Porong dan Desa Kedungbendo yang digabung dengan Desa Ketapang-Kecamatan Tanggulangin.
Penggabungan keempat desa tersebut telah diputuskan dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sidoarjo, Kamis (08/06/2023) kemarin.
H. Damroni Chudlori, Ketua Panitia Khusus (Pansus) 18 tentang penggabungan desa terdampak lumpur DPRD Kabupaten Sidoarjo mengatakan bahwa pengesahan Peraturan Daerah (Perda) Sidoarjo tentang penggabungan desa terdampak lumpur tersebut merupakan payung hukum bagi masyarakat di desa-desa itu.
Ia mengakui bahwa dengan adanya Perda tersebut tidak serta merta menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dialami oleh warga terdampak lumpur panas di tiga kecamatan itu.
“Namun setidaknya, mereka sudah memiliki status di desa yang baru. Begitu juga dengan hak politiknya di Pemilu (Pemilihan Umum, red) 2024 nanti, secara otomatis ter-update ke desa yang baru,” katanya.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu akan terus mengawal permasalahan terkait dampak lumpur di tiga kecamatan itu, khususnya permasalahan aset, baik aset milik desa ataupun aset milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo.
Karena hingga saat ini masih banyak aset yang terendam lumpur belum mendapatkan ganti rugi dari Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) maupun dari PT. Minarak Lapindo, baik berupa jalan desa, masjid, musholla, sekolahan dan aset-aset lainnya.
”Kami akan perjuangkan itu. Minta ganti ruginya ke BPLS dan Minarak,” tegasnya
Menurut Damroni bahwa saat ini Pemerintah Desa (Pemdes) yang terdampak lumpur sedang menyiapkan bukti-bukti kepemilikan aset tersebut, bahkan sebagian besar bukti-bukti kepemilikan aset itu sudah ada atau dipersiapkan.
Tidak hanya itu saja, pihaknya juga meminta Pemdes dan Pemkab Sidoarjo untuk menggunakan pelacak virtual agar bisa menelusuri tempat-tempat yang sebelumnya terendam lumpur panas tersebut.
”Masih ada bentuknya pada 2006 lalu. Saksi-saksi hidup mungkin juga masih ada,” terang politisi asal Tulangan itu.
Wakil Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PKB Sidoarjo itu juga akan memperjuangkan peningkatan nilai dana desa (DD) untuk desa induk atau desa hasil penggabungan tersebut, karena secara otomatis jumlah penduduk di desa induk akan naik secara drastis.
”Jadi, dana desa untuk desa induk harus ditambah,” pungkasnya. (mams)







