SIDOARJO (RadarJatim.id) — Pengusaha krupuk pasir mengeluh dengan naiknya harga bahan baku tepung yang melabung tinggi. Sebelumnya per 50 kg biasa harganya sekitar Rp 500 ribu, sekarang mencapai Rp 700 ribu hingga Rp 800 ribu. Sementara harga jual tetap bertahan Rp 5.000 per bungkus/plastik.
Dengan kondisi tersebut, para pengusaha krupuk pasir terus berusaha harus tetap bertahan di tengah harga tepung yang melambung. “Mau tidak mau kita harus tetap bertahan semampunya, bagaimana caranya harus pinter-pinter berkreasi. Karena naiknya sangat luar biasa,” ungkap pengusaha Krupuk Pasir, Abdul Ghofar (40 tahun) pemilik UD Berkah Makmur Desa Bangsri Sukodono, pada (13/2/2024).
Lanjutnya, belum lagi bahan baku lainnya, seperti bawang merah, bawang putih dan yang lainnya terus mengalami kenaikan harganya. Kalau kita menaikan harga jualnya juga kasihan sama distributornya, belum lagi nanti sampai harga jual di konsumen. “Saya kalau beli tepung sekitar 1 ton, itupun tidak sampai satu bulan sudah habis. Makanya kalau harga tepun melambung itu sangat terasa sekali,” ungkapnya.
“Untuk mendongkrak penjualannya kita harus ke luar kota, kalau dalam kota Sidoarjo sendiri masih sangat kurang maksimal. Kita kirim ke luar kota sampai 50 bungkus. Terjauh sampai kirim ke wilayah Yogyakarta. Bukan saja inovasi dalam distribusi/marketing, tetapi juga harus pintar-pintar menjaga kualitasnya,” jelasnya Abdul Ghofur.
Ia menguraikan harus pintar membuat kalkulasi, mulai dari harga tepung, distribusi, gaji karyawan sebanyak 15 orang. “Untuk proses produksi di dua tempat per hari, di tempat usaha yang di Krembung per hari 1 kwintal, sedangkan yang di Bangsri sekitar 40 kg. Masih ada untunglah walupun tidak terlalu besar,” urainya.
Abdul Ghofar yang sudah berwirausaha Krupuk Pasir sejak tahu 2017 berharap perhatian kepada pemerintah setempat. “Bagaimana caranya agar harga bahan pokok, dalam hal ini adalah tepung itu naiknya tidak terlalu tinggi. Saya sangat berharap pada pemerintah bisa memberikan solusi kepada pengusaha Krupuk Pasir bila mengalami kondisi tersebut,” harapnya.
“Apalagi kondisi musim penghujan sekarang ini permintaan tinggi, tapi mengalami kesulitan pengeringan. Namun sebaliknya jika waktu kemarau proses pengeringan gampang, tetapi permintaan menurun. Dan saya melihat usaha krupuk ini kedepannya masih prospek, tergantung kreasi dan inovasi pengusaha itu sendiri, bagaimana konsumen bisa tetap berminat terhadap produknya,” pungkas Abdul Ghofar.(mad)







