SIDOARJO (RadarJatim.id) Bantuan Keuangan (BK) dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo kepada Pemerintah Desa (Pemdes) yang sudah berjalan sejak tahun 2021 lalu mulai mendapat sorotan dari masyarakat.
M. Husni Thamrin, SH, MH, Ketua Himpunan Putra-Putri dan Keluarga Angkatan Darat (Hipakad) Kabupaten Sidoarjo mengatakan bahwa selama ini BK tersebut dalam realisasinya tidak merata ke 322 desa yang ada diwilayah Kabupaten Sidoarjo, Rabu (19/01/2022).
“Ada desa yang mendapatkan hingga Rp 3 Milyar lebih. Namun disisi lain, ada desa yang sama sekali tidak mendapatkan anggaran dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,red) Sidoarjo tersebut,” katanya.
Diungkapkan oleh Husni Thamrin bahwa dari 322 desa, ada 199 desa yang mendapatkan anggaran tersebut. Sedangkan sisanya atau 123 desa yang sama sekali tidak mendapatkan kucuran dana BK itu.
Untuk itu, ia mendorong Pemkab Sidoarjo harus segera membuat regulasi khusus untuk mengatur penyaluran dana BK yang disalurkan para politisi agar lebih merata dan bisa dinikmati oleh semua desa.
“Perhatikan betul azas keadilan dalam pendistribusiannya. Itu uang rakyat, jadi harus dirasakan oleh semua rakyat,” ungkapnya.
Ia menandaskan bahwa para politisi, baik yang duduk di lembaga legislatif dan eksekutif tidak boleh mengedepankan kepentingan pribadi atau kelompok pendukungnya dalam menyalurkan dana publik yang bersumber pada APBD tersebut.
“Itu memang uang politik. Tapi kalau kenyataannya ada desa yang tidak kebagian sama sekali, sementara yang lain justru digerojok dana BK sampai Rp 3,1 Milyar, tentu ini sangat mencederai konsep keadilan,” tandasnya.
Menurut Husni Thamrin bahwa Pemkab Sidoarjo dan para legislator sudah selayaknya kembali pada semangat pengalokasian dana desa tersebut, yaitu untuk percepatan proses pembangunan di semua desa yang ada di Kabupaten Sidoarjo.
“Jadi jangan sampai ada unsur like and dislike. Karena itu harus ada regulasi yang khusus mengatur masalah itu,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Golkar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sidoarjo, Arief Bachtiar menuturkan bahwa ada 3 skema yang bisa dilakukan oleh pihak eksekutif maupun legislatif untuk memeratakan penyaluran dana BK tersebut.
Diantaranya adanya keterbukaan dan kesepakatan antar anggota DPRD Kabupaten Sidoarjo terkait desa-desa yang layak mendapatkan anggaran BK tersebut.
“Dengan begitu tidak sampai ada desa yang mendapatkan BK dari beberapa anggota dewan sekaligus, sedang desa yang lain malah tidak kebagian sama sekali,” tuturnya.
Skema kedua yang ditawarkan oleh Arif Bachtiar adalah dibuatkannya regulasi yang berisikan batasan minimal dan maksimal penerimaan BK di tiap-tiap desa pada satu tahun anggaran.
“Misalnya saja angka terendahnya Rp 100 juta dan yang tertinggi Rp 1 Milyar. Dengan begitu pasti akan merata,” imbuhnya.
Sedangkan untuk skema ketiga, anggota Komisi B DPRD Kabupaten Sidoarjo itu berharap adanya gerakan dari Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo untuk menyalurkan anggaran BK-nya ke desa-desa yang tidak kebagian itu.
Karena informasinya, kedua petinggi dilingkungan Pemkab Sidoarjo itu mendapat jatah sekitar Rp 20 Milyar pada tahun 2021 lalu.
“Datanya kan ada, jadi bisa dilihat mana yang sudah dapat dan mana yang belum. Kalau mereka kan jangkauannya lebih luas, se kabupaten. Sedang kami gerakannya terbatas diwilayah Dapil (Daerah Pemilihan,red) saja,” jlentrehnya.
Berdasarkan Peraturan Bupati (Perbup) Sidoarjo Nomor 96 Tahun 2021, penyaluran dana BK di tahun 2022 ini masih jauh dari kata merata.
Karena sampai pertengahan tahun ini, APBD Kabupaten Sidoarjo mengalokasikan dana BK sebesar Rp 63.521.392.000 untuk 199 desa yang berarti masih ada 123 desa yang tidak kebagian sama sekali.
Dimana nilai anggaran BK yang dikucurkan kepada Pemdes pun beragam, mulai dari Rp 40 juta hingga milyaran rupiah, akan tetapi anggaran tersebut masih bisa berubah karena DPRD serta Pemkab Sidoarjo masih bisa mengalokasikan dan menyalurkan lagi dana BK tersebut setelah penyusunan APBD Perubahan pada semester kedua nanti. (mams)







