SURABAYA (RadarJatim.id) – Perkembangan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligences (AI) semakin merambah dunia pendidikan. Topik menghangat dalam diskusi panel bertajuk Digitalization of Education: AI Technology for Education yang digelar di Sekolah Alam Insan Mulia (SAIM) Surabaya, Sabtu (8/2).
Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian School Innovator Summit 2025 yang diadakan di SAIM. Diskusi menghadirkan ahli dan praktisi pendidikan yang membahas peran serta dampak AI bagi guru dan siswa.
Dalam sesi pertama, Prof. Iwan Syarif, Ph.D., seorang pakar AI dari Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS), mengulas perjalanan AI sejak era Alan Turing di tahun 1950-an hingga era Deep Learning saat ini. Menurutnya, AI semakin booming karena melimpahnya big data, perkembangan perangkat keras seperti GPU, dan cloud computing, serta investasi besar dari perusahaan teknologi dunia.
“Sekarang AI sudah masuk ke berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Dengan AI, pembelajaran bisa lebih interaktif dan adaptif,” ungkapnya.
Menurutnya, dalam dunia pendidikan AI dapat membawa banyak manfaat bagi guru dan siswa. Guru bisa menggunakannya untuk otomatisasi tugas administratif, menganalisis data belajar siswa, dan merancang materi ajar yang lebih personal. Sementara itu, siswa dapat menikmati pembelajaran yang lebih interaktif dengan bantuan tutor virtual, aplikasi berbasis AI seperti Duolingo, hingga teknologi virtual reality (VR).
Namun, di balik keunggulannya, AI juga menghadirkan tantangan. Plagiarisme, ancaman privasi data, dan penyebaran informasi palsu menjadi beberapa hal yang harus diwaspadai. “AI bukan pengganti guru, tapi alat bantu yang harus digunakan dengan bijak dan etis,” tegasnya.
Sesi kedua menghadirkan Gatut Samuel dan Yan Yulius dari Sekolah Ciputra yang berbagi pengalaman mengintegrasikan AI ke dalam pembelajaran. Mereka menjelaskan bahwa AI dapat membantu guru dalam merancang pembelajaran, memberikan penilaian otomatis, hingga meningkatkan keterlibatan siswa dengan metode yang lebih menarik.
Para peserta diskusi juga diajak untuk mempraktikkan teknik Prompt Engineering, yaitu cara membuat perintah yang efektif untuk AI agar dapat menghasilkan output yang sesuai kebutuhan. “Prompt yang baik harus punya struktur yang jelas: tujuan, konteks, gaya, dan hasil yang diinginkan,” ujar Yan Yulius.
Sebagai contoh, AI dapat digunakan dalam berbagai mata pelajaran, seperti matematika untuk menyelesaikan soal, bahasa untuk pengembangan ide cerita, sains untuk perancangan eksperimen, hingga pendidikan jasmani untuk membuat program latihan yang dipersonalisasi.
Diskusi diakhiri dengan ajakan bagi para guru untuk terus mengeksplorasi AI demi meningkatkan kualitas pembelajaran. Peserta juga diperkenalkan pada platform Magic School AI serta sertifikasi AI Certified Educator sebagai langkah untuk memperdalam pemahaman mereka tentang AI dalam pendidikan.
“Pendidikan tidak bisa menolak perkembangan teknologi. Yang bisa kita lakukan adalah memahami dan menggunakannya secara bijak,” kata Ratna Hasmawati, moderator diskusi.
Antusiasme peserta menunjukkan bahwa AI bukan sekadar tren sesaat, melainkan sebuah revolusi yang pasti akan mengubah wajah pendidikan di masa depan. Yang terpenting, semua pihak harus siap beradaptasi agar AI benar-benar menjadi solusi, bukan ancaman. (rio)







