JAKARTA (RadarJatim.id) — Kasus perundungan (bulliying) di Binus School Serpong yang menyedot perhatian publik sungguh memprihatinkan. Pasalnya, kasus itu justru dilakukan oleh siswa dari lembaga pendidikan yang dikenal sebagai sekolah elit.
“Kasus ini harus menjadi pelajaran bagi semua pihak, para pendidik, orang tua, masyarakat dan pemerintah dalam hal ini Kemendikbud Ristek yang diberi kewenangan menangani pendidikan,” kata Prof Zainuddin Maliki, anggota Komisi X DPR RI, Rabu (21/2/2024).
Ia menghargai upaya Binus School Serpong untuk hadir menjadi lembaga pendidikan yang layak disebut sebagai sekolah elit. Binus telah menyiapkan sarana yang baik, tenaga pendidikan dan pendidik yang berkompeten, juga kurikulum yang diberlakukan berstandar Cambridge, sehingga konsekuensinya berbiaya mahal.
“Namun tentu saya ikut prihatin, effort yang keras itu belum bisa menghapus praktik perundungan. Sejumlah siswanya bergabung dalam Geng Tai, kemudian melakukan perundungan ketika hendak merekrut calon anggotanya, sehingga korban mengalami trauma dan harus dirawat di rumah sakit,” ungkap anggota legislatif dari FPAN itu.
Binus School Serpong, katanya, sudah berupaya keras mendidik siswanya dengan memberikan layanan pendidikan terbaik, namun, masih bisa kecolongan. “Masalahnya karena pendidikan tidak bisa berjalan sendiri,” beber mantan Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur itu.
Sebagai penyelenggara pendidikan, lanjutnya, Binus School Serpong masih harus didukung oleh semua pihak. “Pertama dari orang tua, lalu dari masyarakat, dan tentu juga pemerintah,” tambah mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu.
Anak-anak di sekolah bergabung dengan geng kriminal, tentu tidak sepengetahuan guru di sekolah. Oleh karena itu, guru tidak cukup hanya merasa bertugas menjadi guru. “Di sekolah, guru diharapkan juga bisa menjalankan fungsi sebagai orang tua, sehingga bisa mengenal lebih dekat watak bawaan siswanya,” tandas legislator asal Dapil Gresik-Lamongan itu.
Demikian juga orang tuanya di rumah, banyak yang beranggapan, bahwa pendidikan anak sudah diserahkan kepada sekolah. Padahal, tegasnya, orang tua tidak bisa menyerahkan pendidikan anak sepenuhnya kepada sekolah. Harus disadari, tanggung jawab pertama pendidikan ada di pundak orang tuanya.
“Oleh karena itu, jadilah orang tua yang juga bisa menjalankan fungsi menjadi guru. Orang tua yang baik, adalah orang tua yang anak-anaknya siap mengatakan orang tuaku ya guruku,” tambah penulis buku Sosiologi Pendidikan itu mengingatkan.
Siswa yang bergabung dalam geng dengan perilaku menyimpang, intoleran, miskin empati, gampang melakukan perundungan, karena lepas dari pengamatan guru di sekolah dan orang tua di rumah. Begitu juga, lepas dari kontrol masyarakat.
“Seandainya masyarakat turut bertanggung jawab, tentu mereka tidak memiliki tempat melakukan perundungan dan berbagai perilaku menyimpang di luar sekolah,” pungkas anggota DPR RI penerima MKD Awards 2022 itu.
Terjadi Dua Kali
Sebelumnya, Kasat Reskrim Polres Tangerang Selatan AKP Alvino Cahyadi mengungkapkan dugaan perundungan dilakukan sebanyak dua kali. Dikatakan, diduga terjadi tindakan kekerasan itu dua kali, yaitu pada tanggal 2 Februari dan 13 Februari 2024.
Sementara Kepala Unit PPA Polres Tangerang Selatan Ipda Galih Dwi Nuryanti menyampaikan, siswa yang menjadi korban perundungan mengalami banyak luka memar. Hal itu diketahui berdasarkan hasil pemeriksaan medis dan visum yang dilakukan terhadap korban.
“Untuk korban terhadap luka yang dialami sudah kami lakukan visum. Di sebagian tubuhnya ada banyak luka memar,” ujar Galih, Senin lalu.
Selain itu, korban juga disebut mengalami luka bakar yang disebabkan oleh benda panas. Namun, Galih belum menjelaskan secara rinci ap benda panas yang mengakibatkan luka bakar tersebut.
“Juga ada luka bakar akibat terkena suatu benda yang panas. Saat ini masih kami lakukan proses penyelidikan,” kata Galih.
Galih mengungkapkan, dugaan perundungan terjadi di warung dekat sekolah. TKP kejadian kasus itu di salah satu warung yang berlokasi di depan sekolah menengah atas tersebut. Penyidik, kata Galih, juga sudah meminta keterangan sejumlah saksi yang mengetahui kejadian tersebut.
Sebagai informasi, kasus ini mencuat setelah salah satu akun di media sosial X, @BosPurwa, menuliskan dugaan perundungan oleh “Geng Tai” di sekolah tersebut terhadap salah seorang siswa. Unggahan itu mengungkapkan, bahwa korban dirundung oleh senior atau kakak tingkatnya yang dikabrkn memiliki kelompok Geng Tai.
Korban dipaksa membelikan sesuatu yang diminta seniornya. Korban juga mendapatkan kekerasan fisik, misalnya dicekik, diikat di tiang, bahkan dipukul dengan kayu. Tak hanya itu, korban juga sampai disundut rokok yang membara. (sto/tri)







