JAKARTA – Sidang uji materiil (judicial review) tentang syarat Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK). Uji materiil itu terkait pasal 169 huruf (d) dan pasal 169 huruf (q) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
UU tersebut sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terhadap Undang Undang Dasar (UUD) 1945.
Dalam sidang itu, MK melakukan pemeriksaan pendahuluan atas perkara Nomor 102/PUU-XXI/2023 yang diajukan Aliansi 98 Pengacara Pengawal Demokrasi dan HAM, yakni Rio Saputro SH dan Anang Suindro SH.
“Barusan kita dengar bersama dan sudah kita sampaikan kepada yang mulia Hakim Mahkamah Konstitusi bahwa di dalam pokok permohonan kami terdapat dua substansi yang kami mohonkan,” kata Rio Saputro SH kepada wartawan dikutip Selasa 19 September 2023.
Substansi pertama, jelas Rio, berkaitan dengan bunyi norma pada Pasal 169 huruf (d). Terkait ini, pihaknya meminta kepada MK untuk menambahkan klausul “Tidak pernah menghianati negara, tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi, tidak memiliki rekam jejak melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.
Lalu, bukan orang yang terlibat dan/atau menjadi bagian dari peristiwa penculikan aktivis pada tahun 1998, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku penghilangan orang secara paksa, tidak pernah melakukan tindak pidana genosida, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan dan tindakan yang anti demokrasi serta tindak pidana berat lainnya.
“Yang menjadi landasan filosofis dan landasan yuridis kami bahwa Presiden sudah mengeluarkan Inpres Nomor 2 Tahun 2023 kepada 19 menteri dan pejabat setingkat menteri untuk mengambil langkah-langkah secara terkoordinasi dan terintegritas guna melaksanakan rekomendasi penyelesaian non-yudial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat di masa lalu,” papar Rio.
Kepada MK, Rio meminta untuk memperjelas tafsir kata dan norma yang terdapat dalam Pasal 169 huruf (d) UU Pemilu. Sebab, Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan sudah mengakui adanya 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
“Presiden juga berjanji akan menyelesaikan serta mengusut dalang di balik pelanggaran HAM berat tersebut, sehingga Indonesia sebagai negara hukum dapat diwujudkan dalam bentuk menegakkan supremasi hukum di Indonesia,” tandas Rio.
Mengingat hal tersebut, lanjut Rio, Presiden dan Wakil Presiden sebagai panglima tertinggi memegang peran penting dalam menegakkan supremasi hukum di Indonesia.
“Untuk memastikan Presiden dan Wakil Presiden dapat secara serius menegakkan supremasi hukum tersebut, maka sudah seharusnya presiden dan Wakil Presiden harus orang yang tidak pernah terlibat dan/atau menjadi bagian dari pelaku pelanggaran HAM berat tersebut,” tandas Rio.
Soal Batas Tertinggi Usia Capres dan Cawapres
Sedang substansi kedua dalam uji materiil itu, Rio menerangkan, berkaitan dengan batas paling tinggi usia Capres dan Cawapres yang bisa diterapkan pada Pemilahan Presiden (Pilpres) 2024.
Dijelaskan, bunyi kata dan norma pada Pasal 169 huruf (q), pihaknya meminta kepada MK untuk menambahkan klausul “Batas usia paling tinggi Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden adalah 70 Tahun.”
Adapun yang menjadi landasan filosofis dan landasan yuridis, masih kata Rio, pihaknya meminta kepada MK untuk memperjelas tafsir kata dan norma yang terdapat dalam Pasal 169 huruf (d) UU Pemilu .
Menurut Rio, Indonesia sebagai negara yang luas dan besar yang terbentang mulai dari Sabang sampai Merauke dari Miangas sampai Pulau Rote dan memiliki jumlah penduduk sebesar 278,69 juta jiwa.
“Sehingga untuk menunjang mobilitas yang sangat tinggi tersebut dibutuhkan Presiden dan Wakil Presiden yang memiliki kesehatan Ruhani dan jasmani yang bagus,” jelas Rio.
Batas tertinggi usia Capres dan Capres 70 tahun itu, dia bandingkan dengan sejumlah pimpinan Lembaga Tinggi Negara di Indonesia memiliki batas usia maksimal.
- Batas usia maksimal Hakim Mahkamah Konstitusi 70 (tujuh puluh) tahun.
- Batas usia maksimal Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda Mahkamah Agung, dan Hakim Agung 70 (tujuh puluh) tahun.
- Batas usia maksimal Anggota Komisi Yudisial 68 (enam puluh delapan) tahun.
- Batas usia maksimal Ketua, Wakil Ketua, dan/ atau Anggota BPK 67 (enam puluh tujuh) tahun.
“Berdasarkan landasan filosofis dan yuridis tersebut, kami meminta kepada MK untuk menambahkan klausul kata dan norma dalam Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Pemilihan Umum yaitu Batas usia paling tinggi Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden adalah 70 Tahun,” pungkas Rio. (*)







