SIDOARJO (RadarJatim.id) — Upaya melestarikan seni budaya tradisional, atau kearifan lokal. Puluhan siswa SMP PGRI 1 Buduran diperkenalkan dengan seni budaya ‘Wayang Gagrag Porangan’ merupakan seni budaya wayang kulit Sidoarjo.
Prosesinya dikemas dalam seminar, yang menghadirkan Ki Yohan Susilo, S.Pd, M.Pd, Dalang Wayang Kulit Gagrag Porongan, juga sebagai dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri Surabaya, pada Sabtu (15/11/2025) pagi di Aula Pandan Wangi SMP PGRI 1 Buduran Sidoarjo.
Kegiatan membedah ‘Wayah Gagrag Porangan’ tersebut langsung mendapatkan apresiasi dari Kepala Dinas Dikbud (Pendidikan dan Kebudayaan) Kabupaten Sidoarjo, Dr. Tirto Adi, M.Pd.
Karena kegiatannya sangat istimewa. Jarang ada sekolah yang mengambil topik wayang untuk bahan seminar. “Di Sidoarjo, hampir 200 SMP negeri dan swasta, hanya SMP PGRI 1 Buduran yang menggelar Seminar Wayang,” tuturnya.
Hal ini sangat relevan dan bermanfaat, apalagi SMP PGRI 1 Buduran merupakan satu-satunnya SMP swasta yang menyelenggarakan KKSB (Kelas Khusus Seni Budaya),” katanya saat memberikan sambutan.
Menurutnya, yang lebih istimewa pada Seminar Wayang kali ini narasumbernya, adalah Ki Yohan Susilo, salah satu dalang kebanggaan masyarakat Sidoarjo, sekaligus pemateri seminar Wayang Gagrag Porongan.
Pihaknya sudah memohon kepada Ki Yohan Susilo untuk segera menyelesaikan penulisan buku materi Wayang Gagrag Porongan tersebut.
“Insya Allah, Dinas Dikbud Sidoarjo ikut mendukung untuk penerbitannya. Sekolah-sekolah bisa menggunakannya untuk pembelajaran. Saya mohon Ibu Kabid Mutu dan Ibu Kabid Kebudayaan bisa ikut menindaklanjutinya sebagai muatan lokal khusus Kabupaten Sidoarjo,” dukungnya.
Tirto Adi juga mengingatkan, SMP PGRI 1 Buduran sudah sangat terkenal dengan keunggulan seni budayanya. Hampir semua dinas di Kabupaten Sidoarjo sudah mengenalnya.
Oleh karena itu, jika ada yang memohon tampilan seni budaya, maka Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sidoarjo merekomendasi SMP PGRI 1 Buduran untuk tampil mengisi acara.

“Mohon grup Campursari Pandan Wangi SMP PGRI 1 Buduran supaya dibangkitkan lagi. Khususnya untuk bisa tampil rutin dan berkala di TVRI Jawa Timur. Mohon Kabid Mutu dan Kabid Kebudayaan bisa ikut mendukungnya. Sebagai sekolah yang unggul di bidang seni budaya. Karena sudah banyak teman kepada dinas Dikbud luar Sidoarjo selalu menanyakan Campursari Pandan Wangi,” ungkapnya.
Kepala SMP PGRI 1 Buduran, Indrajayanti Ratnaningsih, S.Si, M.Pd, Gr. mengatakan, digelarnya Seminar Wayang 2025 tersebut dalam rangka peringatan Hari Wayang Nasional 2025.
Wayang merupakan salah satu seni budaya tradisional Nusantara yang adiluhung (bernilai tinggi). Sudah diakui sebagai budaya warisan dunia oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003.
Wayang sebagai pertunjukan bayangan boneka tersohor dari Indonesia. Warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur. “Di dalamnya terdapat keteladanan untuk membentuk karakter anak bangsa. Nilai-nilai luhur perlu diwariskan di sekolah. Bukan hanya menjadi generasi yang hebat, tapi juga hebat berkarakter,”jelasnya.
Menurutnya, SMP PGRI 1 Buduran sejak lama sudah mengenalkan wayang dan memanfaatkannya untuk pembelajaran.
Di antaranya setiap tahun pada saat MPLS, para siswa baru sudah dikenalkan dengan nama tokoh-tokoh wayang dan karakternya. Bahkan, SMP PGRI 1 Buduran pernah bermitra dengan mahasiswa Unesa untuk membuat aplikasi game wayang, sebuah program PKM yang sudah mendapatkan pendanaan di tingkat nasional.
Sementara itu, narasumber Seminar Wayang, Ki Yohan Susilo, S.Pd, M.Pd menyampaikan materi sesuai dengan permohonan panitia: “Mengenal, Mewarisi, dan Melestarikan Wayang Gagrag Porongan sebagai Media Pendidikan Karakter Bangsa”. Kegiatan ini merupakan melestarikan, menghidupkan kembali atau menguri-uri budaya jawi agar tidak punah.
“Sebab, generasi muda khususnya di Sidoarjo, banyak yang kurang mengenal Wayang Gagrag Porongan. Sekaligus sebagai media pendidikan karakter yang sarat nilai-nilai luhur,” katanya.
Menurutnya, tujuannya, mengenal (memahami struktur pertunjukkan dan esensi wayang gagrag Porongan); mewarisi (menjelaskan strategi pewarisan kepada generasi muda); melestarikan (menawarkan solusi inovatif untuk pelestarian).
“Wayang Gagrag Porongan merupakan sub-gaya pertunjukan wayang kulit yang dikembangkan dan dilestarikan sesuai dengan kondisi masyarakat Sidoarjo, khususnya daerah Porong,”ujarnya.
Menurutnya, Wayang Gagrag Porongan dimulai pada tahun 1980 oleh Ki Soewoto Ghozali yang rutin melakukan rekaman di RRI Surabaya. Mempunyai karakteristik khusus, dimulai dengan tari Remo.
“Untuk melestarikannya memerlukan strategi khusus pewarisan. Di antaranya dengan dimasukkan dalam kurikulum pendidikan dan mengembangkan media kreatif,” terangnya.
Sementara itu suasana seminar cukup antusiasi, baik siswa, guru, tamu undangan hampir semuanya memberikan pertanyaan yang bertubi-tubi kepada pemateri, tentang Wayang Gagrag Porangan.
Hadir pada acara tersebut, Kabid Mutu Pendidikan, Kabid Kebudayaan dan Pengembangan Bahasa dan Sastra, Pengawas SMP, Ketua Perwakilan YPLP PGRI Kabupaten Sidoarjo, Kepala UPT Museum Negeri Mpu Tantular, MGMP Bahasa Jawa Sidoarjo, Ketua Komite Sekolah, Dekesda, perwakilan orang tua dan siswa, siswa KKSB, dan guru serta tenaga kependidikan.(mad)







