KEDIRI (RadarJatim.id) — Sejak aktif kembali kepengurusannya mulai April 2022 lalu, Kelompok Tani (Poktan) ‘Dewi Sri Gilang’ Plosorejo, Kec. Gampengrejo, Kediri, Jawa Timur terus melakukan penguatan organisasi dan anggotanya dengan berbagai kegiatan.
Kegiatan itu, mulai dari peningkatan pengetahuan teknik budi daya, penanganan hama-penyakit tanaman, pemanfaatan pupuk yang efektif dan efisien serta tata kelola organisasi yang diberikan oleh Petugas Penyuluh Papangan (PPL) dari Dinas Pertanian Kabupaten Kediri wilayah Kecamatan Gampengrejo. Seperti yang telah dilakukan pada Minggu (2/7/2023) pagi tadi. Anggota dan pengurus Poktan Dewi Sri Gilang mengikuti pelatihan pembuatan kompos.
Ketua Poktan Dewi Sri Gilang, Nuryatim Juni Ardiansyah menjelaskan kalaun pembuatan kompos ini tujuannya untuk menjawab kebutuhan pupuk yang semakin hari subsidi akan terus berkurang sesuai kebijakan pemerintah. Selain itu, keberadaan kompos bagi petani juga sejalan dengan misi pemerintah pusat dan daerah Kabupaten Kediri untuk mewujudkan pertanian organik yang sehat, ramah lingkungan, berkelanjutan dan tentunya dengan biaya produksi yang bisa ditekan oleh petani,” jelas Ijun_sapaan akrabnya.

Ia katakan, antusias petani Dusun Gilang ini sangat luar biasa dalam mengikuti pelatihan, terlebih lagi saat panen komposnya yang dinilai bagus. Tentunya ada harapan, bahwa kompos yang dibuat akan mampu menggantikan fungsi pupuk anorganik, paling tidak mengurangi ketergantungan terhadap pupuk subsidi. “Dengan begitu petani akan mengaplikasikan kompos buatannya pada sebagian tanaman di lahan mereka untuk uji coba. Kompos yang dibuat ini memanfaatkan bahan baku kotoran sapi petani yang difermentasi dengan mikroorganisme (merek EM4) secara kedap udara selama 3 minggu,” jelas Ijun.
Lanjut Ijun, proses tersebut sesuai standar yang disampaikan oleh PPL dari Dinas Pertanian, Purbo Atmaja ketika memberikan pelatihan di rumah salah satu anggota Poktan Dewi Sri, Rismanto warga RT 4 RW 1 Gilang, Plosorejo.
Menurut Purbo Atmojo, pembuatan kompos itu tidak membutuhkan waktu lama, dan metodenya cukup sederhana. Waktu pembuatan sekitar satu jam saja, mulai dari penyiapan ‘bumbu’, pencampuran semua bahan dan penutupan untuk proses fermentasi. Waktu fermentasi sampai ‘pemanenan’ kompos sekitar minggu, bahkan tidak sampai tergantung kematangan bahan baku kotoran hewan yang digunakan. “Jadi, semakin matang dan kering bahan baku, semakin cepat selesai,” katanya.

Ia tambahkan, nilai dari proses kagiatan yang dilakukan kelompok tani, khususnya dalam pelatihan pembuatan kompos ini bukan hanya pada hasil kompos yang dibuat. “Tetapi nilai gotong – royong, sinergi dengan pemerintah, kearifan lokal, pemanfaatan limbah dan kebersamaan itulah yang merupakan keterpaduaan menuju pemulihan budaya bertani yang utuh, tidak semata-mata berorientasi pada produksi tanaman,” ungkapnya.
“Misalnya, bentuk riil dukungan pemerintah desa dalam bentuk penyediaan sumberdaya pelatihan, dan komitmen dalam mendukung kegiatan lainnya dari kelompok tani, itu juga akan mampu mewujudkan percepatan pembangunan pertanian organik dan kesejahteraan petani,” pungkas Purbo Admojo waktu memberikan pelatihan. (mad)







