SIDOARJO (RadarJatim.id) – Dugaan penyalahgunaan anggaran pokok-pokok pikiran (pokir) kembali menyeruak di Desa Trosobo, Kecamatan Taman, Sidoarjo. Seorang warga, Tantri Sanjaya, kembali bersuara lantang dan bersiap mengadukan SA, oknum anggota DPRD Kabupaten Sidoarjo, ke Polda Jawa Timur (Jatim) atas dugaan penyimpangan wewenang dan penggunaan anggaran publik.
Sanjaya menegaskan, langkah tersebut merupakan tindak lanjut dari laporan sebelumnya yang telah ia sampaikan ke aparat penegak hukum. Ia mengaku akan kembali mendatangi Polda Jatim untuk mempertanyakan perkembangan laporan sekaligus mengajukan pengaduan susulan.
“Saya akan mengadukan kembali SA ke Polda Jatim, terkait dugaan penyalahgunaan wewenang jabatan serta dugaan penyalahgunaan anggaran pokir,” tegas Sanjaya, Sabtu (13/12) siang.
Sebelumnya, pada 30 Juni 2025, Sanjaya telah melaporkan SA bersama mantan Kepala Desa Trosobo, HA, atas dugaan penyelewengan bantuan keuangan yang dialokasikan untuk pembangunan tanah kas desa. Lahan tersebut kini dimanfaatkan sebagai area BUMDes Wahana Wisata Edukasi Tirta Banyu Bening.

IST
Kegiatan pembagian raport dijadikan satu dengan seminar yang diduga dibiayai oleh pokir diadakan di Masjid Ar Rohman, Trosobo, Taman.
Dalam perkembangan terpisah, HA saat ini juga tengah menunggu putusan kasasi atas vonis tiga tahun penjara yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, terkait perkara pungutan liar (pungli) PTSL Desa Trosobo. Selain pidana badan, HA juga diwajibkan mengembalikan kerugian negara Rp 67,2 juta serta membayar denda Rp 150 juta.
Sanjaya menyebut, pengaduan susulan terhadap SA dilatarbelakangi oleh maraknya pembagian barang yang diduga bersumber dari anggaran pokir tahun 2025. Barang-barang tersebut antara lain alat elektronik, baju gamis, hingga seragam Jema’ah Yasin Tahlil berupa sarung, baju, dan songkok.
Ia mengungkapkan, pada Sabtu pagi sempat direncanakan pembagian baju gamis kepada wali murid MI Sunan Ampel Trosobo, yang dikemas sebagai souvenir pembagian rapor dan dirangkai dengan Seminar Keagamaan bertema “Sinergitas Perempuan Dalam Pendidikan Keluarga” di Masjid Ar Rohman Trosobo.
“Pembagian gamis itu rencananya digelar pagi tadi, tapi ditunda karena belum siap. Saya menduga kegiatan itu juga dibiayai dari anggaran pokir SA,” ujarnya.
Dalam undangan kegiatan tersebut, yang menggunakan kop Yayasan Pendidikan dan Sosial PAUD–TK–MI–TKQ–TPQ–MADIN Sunan Ampel II Trosobo, tercantum kupon pengambilan souvenir gamis. Kupon itu ditandatangani SA selaku pembina yayasan, serta pihak kepala sekolah MI dan PAUD.
Tak hanya itu, ia juga menyebut adanya pembagian alat elektronik kepada wali murid saat pelatihan pembuatan abon di MI Sunan Ampel II Trosobo pada Rabu (19/11). Kegiatan itu dihadiri Dinas Pertanian dan Pangan sebagai pelaksana.
Sementara pembagian seragam Jema’ah Yasin Tahlil dilakukan pada Senin (8/12) di Masjid Nurul Huda dan Selasa (9/12) di Masjid Al-Ikhlas Perum Wisma Trosobo, dengan undangan berkop anggota DPRD Sidoarjo dan mencantumkan nama SA dari Komisi A.
Menurut dia, pola tersebut jelas tidak sesuai dengan ketentuan penggunaan anggaran pokir.
“Anggaran pokir itu harus direalisasikan oleh OPD, bukan dibagikan langsung oleh anggota DPRD. Kalau digunakan untuk kepentingan pribadi, politik, atau sekolah milik pihak terkait, ini sangat berbahaya,” tuturnya.
Ia pun berharap aparat penegak hukum segera menindaklanjuti pengaduannya sebagai bentuk transparansi dan penegakan hukum. Senada, tokoh masyarakat Desa Trosobo, H Supriyadi, menilai praktik semacam ini bukan hal baru.
“Praktik-praktik seperti ini sudah bertahun-tahun terjadi. Jadi bukan kejadian yang tiba-tiba,” ujarnya singkat.
Sementara itu, SA, oknum anggota DPRD Sidoarjo yang dikonfirmasi awak media melalui pesan WhatsApp (WA), membenarkan bahwa seluruh kegiatan tersebut berasal dari anggaran pokir miliknya.
“Benar mas, itu kegiatan dari pokir saya. Tempat kegiatannya memang di masjid dan di madrasah, tidak ada yang salah. Saya faham aturan dan regulasi,” jawab SA.
Sebagai informasi, dana pokir merupakan anggaran yang dihimpun dari aspirasi masyarakat dan harus digunakan untuk kepentingan umum melalui mekanisme APBD. Anggota DPRD hanya berwenang mengusulkan kegiatan, bukan melaksanakan atau mendistribusikan bantuan secara langsung.
Penggunaan anggaran pokir untuk kepentingan politik pribadi, kelompok, atau tim pemenangan dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang, sementara tempat ibadah dan institusi pendidikan sejatinya steril dari praktik politik praktis. (RJ/RED)







