Catatan Pinggiran SUHARTOKO
Sempat membuat heboh publik, khususnya masyarakat di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, proses hukum kasus dugaan penistaan agama dengan modus prosesi ritual pernikahan seorang pria dengan seekor kambing betina kini memasuki babak baru. Progres penanganannya pun ada kemajuan dan kini ditangani Pengadilan Negeri (PN) Gresik, setelah 1 Desember 2022 lalu berlangsung pelimpahan berkas dan 4 terdakwahnya dari Kejaksaan Negeri (Kejari) selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) ke lembaga pengadil tersebut.
Majelis Hakim yang akan diketuai Fatkhur Rohman yang juga Humas PN Gresik itu akan menyidangkan untuk kali pertama kasus pernihakahan nyeleneh yang berlangsung di Pesanggrahan Keramat Ki Ageng di Desa Jogodalu, Kecamatan Benjeng, Kabupaten Gresik, 5 Juni 2022 itu, Kamis, 8 Desember 2022. Semula PN mengagendakan, sidang akan berlangsung secara online. Tetapi, karena ada surat permohonan dari salah satu pelapor, yakni Aliansi Masyarakat Peduli Gresik (AMPG), agar persidangan digelar secara offline, majelis hakim masih mempertimbangkan. Belum diketahui kepastian persidangan akan berlangsung secara online sebagaimana diagendakan semula, atau sebaliknya digelar secara offline, seperti dimohonkan pelapor.
Adapun keempat terdakwah yang akan menjalani proses peradilan itu adalah Nur Hudi Didin Ariyanto, selaku pemilik Pesanggrahan Keramat Ki Ageng yang juga anggota DPRD Gresik dari Fraksi NasDem; Arif Saifullah, selaku pembuat konten untuk video dan pemilik Sanggar Cipta Alam; Saiful Arif yang di-casting sebagai pengantin laki-laki; dan Sutrisna yang berperan sebagai penghulu pernikahan. Seperti berkas penyidikan yang disusun tim penyidik Satreskrim Polres Gresik, JPU akan menjerat mereka dengan pasal 156 a KUHP dengan ancaman pidana paling lama 5 tahun penjara. Selain itu juga ada pasal 45 a ayat 2 UU ITE (khusus untuk pembuat konten) dengan ancaman pidana paling lama 6 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp 1 miliar.
Mampukah JPU meyakinkan Majelis Hakim, sehingga kasus pernikahan tak lazim yang sempat “disidangkan” oleh 3 pimpinan Ormas keagamaan di Gresik, yakni Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) yang dikoordinasikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Gresik ini terbukti secara sah dan meyakinkan sebagai penistaan agama? Fakta-fakta persidangan tentu akan mengantarkannya menuju vonis yang diketok Majelis Hakim.

Dan, dapat dipastikan, untuk sampai pada status berkekuatan hukum tetap (inkrah), tentu akan memakan waktu relatif panjang, bisa tahunan. Sebab, sebagaimana lazimnya proses hukum pidana, para pihak yang tidak bisa menerima putusan peradilan tingan pertama di PN, bisa mengajukan banding di tingkat Pengadilan Tinggi (PT), bisa juga berlanjut ke upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung, bahkan bisa menempuh Peninjauan Kembali (PK) jika para pihak mampu menghadirkan bukti baru (novum).
Dimensi Politis
Di antara 4 terdakwah tersebut, Nur Hudi Didin Ariyanto merupakan pihak yang mendapat perhatian lebih dari publik, terutama yang berkepentingan dengan aspek politik. Maklum, Nur Hudi adalah politisi gaek dari Partai NasDem yang hingga kini masih tercatat sacara sah sebagai anggota DPRD Gresik dari Fraksi NasDem.
Tak heran, sejak kasus tersebut mencuat ke permukaan dan berlanjut ke ranah hukum, Nur Hudi sempat mendapat perhatian khusus dan serius dari pimpinan dewan (DPRD) Gresik. Bahkan, untuk menunjukkan keseriusannya –demi rasa keadilan publik yang sempat dibikin heboh—Nur Hudi harus menjalani berkali-kali proses sidang etik oleh Badan Kehormatn (BK) dalam kapasitasnya sebagai anggota DPRD.
Dalam penanganan perkara itu, BK DPRD Gresik akhirnya mencopot jabatan Sekretaris Komisi IV yang sebelumnya disandang Nur Hudi. Sanksi pemberhentian sebagai Sekretaris Komisi IV itu merupakan vonis yang diputuskan BK, karena yang bersangkutan terbukti melanggar tata tertib dan kode etik anggota dewan yang dibacakan pada rapat paripurna dewan, Rabu, 14 September 2022.
Meski dicopot dari jabatannnya sebagai Sekretaris Komisi IV, karier politik Nur Hudi sebagai politisi di DPRD belumlah tamat. Pasalnya, politisi yang tersandung kasus ritual prosesi pernikahan manusia dengan seekor kambing betina di Desa Jogodalu, Kec. Benjeng, Gresik itu, masih tercatat sebagai anggota dewan dan menerima hak-hak normatifnya sebagai anggota DPRD Gresik.
Di luar gedung dewan, para politisi Gresik, termasuk beberapa ketua partai yang menempatkan kader atau aktivisnya di kursi DPRD Gresik dikabarkan ikut memanfaatkan dan “mengondisikan” ketika Nur Hudi dalam penangan Badan Kehormatan. Tujuannya cuma satu: menghabisi karier politik kader Partai NasDem yang berangkat dari daerah pemilihan (Dapil) Kecamatan Benjeng dan Balongpanggang ini. Maklum, di Dapil tersebut Nur Hudi merupakan figur yang dinilai sangat kuat dalam konstalasi perebutan suara pemilih atau peserta pemilihan umum (pemilu) legislatif di Gresik.
Karena itu, begitu tersandung kasus pernikahan nyeleneh dan tak lazim yang menjeratnya ke ranah hukum dan politik, lawan-lawan politiknya “gerilya” agar Nur Hudi terpental dari gedung dewan dalam posisinya sebagai anggota DPRD. Selanjutnya, mereka berharap agar dalam pemilu 2024 nanti karier politik Nur Hudi benar-benar habis dan tak bisa maju kembali sebagai calon legislatif (caleg).
Itulah panasnya suhu rivalitas yang bergulir dari para politisi eksteral di luar Partai NasDem. Sementara di internal partai besutan Surya Paloh ini, juga tersiar kabar, banyak yang berharap, pada akhirnya ada momentum pergantian antar-waktu (PAW) terhadap Nur Hudi dari kursi dewan. Dengan kata lain, secara internal juga ada yang antre dan menggadang-gadang menggantikan posisi pria yang sebelum menjalani proses hukum, berambut panjang dan dikuncir ke belakang ini.
Bagaimana akhir karier politik Nur Hudi dan proses hukumnya, tentu waktu juga yang akan menyuguhkannya kepada publik. Bisa jadi, dalam persidangan nanti Nur Hudi benar-benar terbukti dan meyakinkan melakukan tindak pidana penistaan agama, sehingga harus menjalani sebagian hidupnya di balik jeruji penjara. Atau bisa jadi sebaliknya, Majelis Hakim akan mengandaskan atau menggugurkan tuntutan JPU dan demi hukum memutusnya bebas tak bersalah dan merehabilitasi nama baiknya. Ini semua juga akan berkorelasi dan berkonsekuensi pada karier politiknya di masa mendatang. Wallahu a’lam bisshawab. (*)
*) SUHARTOKO, Pemimpin Redaksi RadarJatim.id.







