Oleh MOH. HUSEN
Kebaikan dan keburukan perlu ditulis untuk menjadi pelajaran abadi bagi generasi anak cucu di masa mendatang. Untunglah kisah pemimpin angkuh dan sombong model Firaun yang akhirnya tenggelam di laut Merah Mesir, diabadikan Allah dalam Al-Quran.
Mungkin para pemimpin model Firaun masa kini, yang tak sampai mengaku Tuhan –namun perilakunya sangat ingin dituhankan–, bisa berkelakar, bahwa dirinya aman karena segenap perilaku buruknya tak mungkin ditulis dan diabadikan dalam Kitab Suci seperti Firaun era Musa ‘alaihissalam.
Namun era digital dan internet hari ini menjadi ngeri-ngeri sedap. Seorang pemimpin yang terbukti korupsi dan masuk kurungan sel penjara, namanya bisa abadi melalui berbagai jenis media online yang bisa diakses kapan saja melalui handphone masing-masing orang.
Kalau pakai bahasa kultural warung kopi: kita bisa bertanya ke Mbah Google apakah selama jadi pemimpin Si A pernah dipenjara terkait kasus korupsi, cukup dengan browsing ketik nama Si A dan korupsi atau penjara, maka Mbah Google segera memaparkan informasi online mengenai Si A, real time.
Namun, apakah segenap pemberitaan buruk di media online yang disuguhkan Mbah Google merupakan ancaman bagi semua orang agar takut melanggar hukum? Apakah penjara juga sebuah ancaman yang menakutkan bagi para pelaku kejahatan? Jawabannya bisa iya, bisa tidak.
Kita semua tahu, tidak sedikit orang yang sudah tidak punya rasa malu. Mau dikritik, dihujat, dibuka aibnya di mana-mana, bahkan tidak malu meskipun harus mendekam di sel penjara sekalipun, asalkan masih kaya raya.
Kalau harus masuk penjara karena ketahuan mencuri uang Rp 1 miliar, dia bisa riang gembira dalam penjara, karena yang 100 triliun masih tersimpan di “tempat” yang aman.
Kelak begitu keluar dari penjara dan karena dia masih kaya, dia bisa memberikan sumbangan kepada tetangga, yatim piatu, masjid dan giat-giat sosial lainnya. Maka, jangan kaget jika banyak orang mencium tangannya, memaklumi perbuatannya, serta kapan-kapan dijadikan pimpinan panutan lagi.
Kita tidak bisa begitu saja menyalahkan masyarakat yang segera tersenyum dan hormat kepada orang yang memberinya uang meskipun cuma 50 ribu rupiah. Karena kalau pas lagi butuh, meskipun cuma 50 ribu rupiah, orang yang sudah naik haji berkali-kali pun belum tentu mau meminjaminya, apalagi bersedekah untuknya.
Mungkin di antara kita ada yang tak begitu takut dengan vonis penjara asalkan masih kaya raya. Namun, tidak ada salahnya jika di antara kita perlu waspada agar tak tenggelam dalam lautan punishment atau hukuman tak terduga dari Tuhan yang mengerikan, melebihi laut Merah tempat Firaun ditenggelamkan. (*)
Banyuwangi, 8 Januari 2023
*) Catatan kultural jurnalis RadarJatim.id, tinggal di Rogojampi-Banyuwangi.







