BANYUWANGI, – Sejumlah fraksi di DPRD Banyuwangi menyampaikan jawaban atas pandangan eksekutif soal Raperda Pengarusutamaan Gender.
Sekedar diketahui bahwa Raperda Pengarusutamaan Gender ini merupakan usulan atau inisiatif dari kalangan dewan selaku perancang undang – undang.
Judul Bicara Fraksi PDIP di DPRD Banyuwangi Hadi Widodo mengatakan dalam rapat paripurna, fraksinya berpendapat tidak perlu ada penambangan kata penyelenggaraan dalam judul Raperda Pengarusutamaan Gender.
Fraksi PDIP juga tidak sepakat atas pandangan eksekutif yang mengusulkan agar peran DPRD Banyuwangi dimasukkan pada angka 6 Raperda Pengarusutamaan Gender karena anggota dewan bukan pelaksana perda.
“Untuk hal yang lebih detail dan komprehensif nanti bisa dibahas dalam rapat Pansus yang bertugas untuk rancangan peraturan daerah,” ujar Hadi Widodo.
Sementara Juru Bicara Fraksi PKB Inayanti Kusumasari menegaskan bahwa usulan eksekutif untuk memasukkan unsur perguruan tinggi pada pasal 18 Raperda Pengarusutamaan Gender masuk akal dan sependapat.
Pengarusutamaan Gender diadakan dalam rangka memastikan keterlibatan semua unsur dalam proses pembangunan, baik laki – laki, perempuan, lansia, kelompok rentan sampai disabilitas.
“Diperlukan peran perguruan tinggi dalam memasyarakatkan pemahaman tentang kesetaraan dan keadilan gender. untuk selanjutnya dapat dibahas lebih detail pada sidang pansus,” ujar Inayanti Kusumasari.
Riccy Antar Budaya selaku juru bicara Fraksi Demokrat mengaku ada kesamaan pandangan dengan eksekutif mengenai
Jawaban Fraksi Demokrat yang dibacakan juru bicaranya, Riccy Antar Budaya menyampaikan perlu adanya komitmen untuk menjalankan 7 syarat pelaksanaan Pengarusutamaan Gender.
Adapun isi 7 syarat itu antara lain komitmen dari bupati beserta jajaran SKPD, adanya kebijakan, program, kegiatan dan indikator kinerja PUG, lembaga dan tim teknis yang menangani PUG, sumberdaya manusia (SDM) yang kompeten dengan alokasi anggaran yang berpihak pada program PUG di setiap SKPD, serta terdapat alat analisis gender yang bermuara pada pengukuran indeks pembangunan gender secara reguler.
“Komitmen keberpihakan alokasi anggaran yang responsif gender perlu diwujudkan di setiap SKPD. Ini amanat Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 4 tahun 2014 tentang pedoman pengawasan pelaksanaan perencanaan dan pengawasan yang responsif gender terhadap pemerintah daerah,” tegasnya.
Setelah itu secara bergiliran juru bicara dari Fraksi Golkar-Hanura dan sejuah fraksi lain membacakan jawaban mereka atas pandangan eksekutif mengenai Raperda Pengarusutamaan Gender.***







