SURABAYA (radarjatim.id) – Puluhan pedagang IT dan UMKM Hi Tech Mall jalan Kusuma Bangsa Surabaya akhirnya duduk bersama dengan pihak Pemkot Surabaya dan Komisi B DPRD Surabaya. Pedagang meminta dilakukan appraisal atau kesepakatan ulang soal sewa dan fasilitas.
Kelompok pedagang mengeluhkan perbaikan fasilitas yang belum dipenuhi selama satu tahun terakhir oleh pemkot yang mengelola Hi Tech Mall. Tiba-tiba pedagang mendapat tagihan sewa stand.
Permasalahan saat ini, sebagai pusat belanja IT, HiTech Mall justru tidak dilengkapi mesin ATM, jaringan wi-fi bahkan eskalator dan lift barang tidak berfungsi sama sekali.
Rudi Abdullah Ketua Paguyuban Pedagang ITE dan UMKM Hi Tech Mall, Rabu (15/09/2020) menjelaskan, fasilitas sangat dibutuhkan oleh pedagang yang ada disana untuk aktivitas bekerja. Pedagang tidak berdaya membayar sewa bila tidak disertai perbaikan fasilitas dari pengelola. Untuk itu, pedagang meminta kepada pemerintah kota untuk mengelola secara utuh eks hi tech mall.
“Dulu hanya perjanjian saja kita ikuti aturan berlaku belum tahu nilainya berapa? Tapi kita mempati dulu, sewa belakangan.
Sesuai hasil hearing, DPRD Surabaya meminta didiskusikan kembali antara tim appraisal Pemkot Surabaya dengan paguyuban pedagang agar tidak salah menentukan harga. Terkait muncul tagihan sewa ke pedagang, Rudi meminta kepada pemkot duduk bareng dengan tim appraisal untuk mengkaji ulang menentukan besaran tagihan satu persatu antara toko, counter, dan UMKM.
“Tim apraisal ayo transparan. Bukan maksud kita intervensi. Kita objektif. Agar caranya hitungnya juga nggak bolak-balik dan cepat. Sehingga kita ingin cepat selesai disetujui berapa harus bayar sesuai kesepakatan. Jangan jalan di tempat lagi,” urai Rudi.
Menanggapi itu, Kabid Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT) Pemkot Surabaya Taufik siswanto mengaku, service charge hanya dikenakan untuk sewa stan. Besarannya pun cukup murah menurut dari KJPP. “Kami hanya hitung sewa stan saja tidak menghitung listrik dan air,” ujar Taufik.
Selain itu, adanya tarikan sewa juga agar ada ikatan hukum dan pihaknya dapat pemasukan dari pihak penyewa. “Otomatis, Pemerintah Kota akan membenahi dan memperbaiki yang ada di sana,” terang Taufik dihadapan komisi A dan pedagang
Sementara itu, Ketua Komisi B Luthiyah mengatakan keluhan pedagang bukan hanya fasilitas tapi juga tagihan sewa stan. “Intinya pedagang HT Mall di pandemi sangat sepi, juga tak ada fasilitas memadai. Mereka sudah jatuh tertimpa tangga. Ditambah diberikannya tagihan sewa, air dan lainnya,” ujar perempuan berhijab ini.
Selanjutnya dewan meminta kedua belah pihak ini duduk bersama guna berkoordinasi kesepakatan apraisal tagihan. “Pedagang bersikeras HT Mall dikelola penuh dengan maksimal oleh pemkot, pedagang tinggal bayar sesuai kesepakatan. Nanti hasil kesepakatan gimana, kami minta sama-sama berfikir. Baru nanti kita akan temukan lagi untuk hasil kesepakatan,” pungkasnya. (Phaksy/Red)







