SURABAYA (radarJatim.id) – DPRD Surabaya mensinyalir masih banyaknya penghuni rusun yang tidak tepat sasaran. Program Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya rumah bersubsidi jumlahnya belum bisa mengakomodasi kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Dewan menyoroti juga ribuan warga masuk daftar tunggu menempati rumah susun sudah mencapai 8 ribuan. “Penghuni rusun bukan hanya warga yang seharunya berhak mendapat hak huni. Namun justru dihuni warga yang mampu,” tegas Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, Laila Mufidah, Senin (5/10/2020).
Laila mengungkapkan, banyak praktek-praktek pemindahan tangan atau jual beli kamar rusun sehingga banyak penyalahgunaan hak huni.
“Persoalan lain, keberadaan rumah susun untuk masyarakat kurang mampu tampaknya tidak diimbangi dengan kesadaran penghuni. Sebab, masih terdapat penghuni yang sudah mampu namun masih menjadi penghuni rusun,” imbuhnya.
Padahal rusun merupakan program pemkot kepada masyarakat yang belum mempunyai rumah. Dengan harapan, biaya rusun yang murah bisa dimanfaatkan mereka untuk menabung kemudian bisa membeli rumah secara mandiri.
Namun, pada kenyataannya, mereka yang menghuni rusun memiliki sejumlah fasilitas mewah seperti mobil. “Hal ini sangat ironis dan kita sayangkan,” lugasnya.
Politisi PKB ini, menghimbau kesadaran bagi warga yang mampu seyogianya sudah pindah dari rusun. Hak huni bisa dialihkan kepada warga yang lebih membutuhkan.
“Mereka yang sudah mampu harusnya bisa meninggalkan rusun, dan bisa gantian dengan warga yang membutuhkan. Bisa dibayangkan ada 8 ribu warga yang sudah antre,” kata Laila.
Menurut Laila, pembangunan rumah yang layak dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah dapat memperbaiki taraf kehidupan dalam hal pemukiman. Termasuk mampu mencegah tumbuhnya kawasan kumuh di perkotaan.
Sebagai salah satu kota besar di Indonesia. Laila berharap pelayanan publik terutama dalam pelayanan kelayakan hunian semakin ditingkatkan.
“Memang saat ini walikota sekarang diakui banyak orang memberikan kemajuan di bidang keindahan. Tapi, Surabaya harus naik kelas bukan hanya dari keindahan kotanya, tetapi juga kebutuhan dasar warga. Terkait aspek tempat tinggal, masih banyak dijumpai masyarakat yang tinggal dirumah kurang layak huni,” urai perempuan berhijab ini.
Ia menambahkan, kuota yang disediakan jumlahnya 200. Namun jumlah antrian saat ini pun terus melambung. Ini tentu tidak bisa mengakomodir keseluruhan.
“Rusun yang sudah dibangun baik, tapi harus ditingkatkan kelasnya, karena kapasitasnya hanya 200-300 KK (kartu keluarga). Padahal yang antri untuk menempati rusun lebih dari 8 ribu KK. Artinya ada desain rusun yang harus diperbaiki,” ujarnya.
Artinya, bila dihitung, warga harus bertahun-tahun antre untuk mendapatkan satu unit di rusun. “Kuota 200 dibagi 8 ribu antrean. Mereka harus menunggu hingga 40 tahun untuk mendapatkannya,” ungkapnya.
Menurutnya, yang sekarang ini pemkot bukan hanya harus memikirkan proyek pembangunan rusun. Tapi harus dievaluasi terkait pengelolahannya. (Phaksy/Red)