TULUNGAGUNG (RadarJatim.id) — Anggota Komisi III DPR RI terus mendorong masyarakat, pemerintah daerah Tulungagung untuk terus melakukan percepatan penurunan angka stunting, melalui program BKKBN (Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional) yang dilakukan secara Sosialisasi KIE (Komunikasi Informasi Edukasi) Bangga Kencana.
Seperti yang telah dilakukan di Gedung Serbaguna Bumdes Pakalan, Kecamatan Ngunut, Tulungagung, pada (3/8/2023), yang dihadiri langsung oleh Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan, ST SH MH yang didampingi Kepala Biro SDM BKKBN Pusat Victor Hasiholan Siburian, SE M.Si, Pembina Program KSKP BKKBN Jatim Yuni Dwi Tjadikijanto, SE serta Perwakilan Dinas KB Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Tulungagung Suparni, MM.
Menurut Arteria Dahlan menjelaskan kalau program penurunan angka stunting merupakan program dari pusat, Program Presiden Joko Widodo agar anak-anak lahir harus dalam kondisi sehat, tidak boleh ada lagi stunting. Seperti yang telah dicanangkan bahwa, diharapkan tahun 2025 tidak ada lagi anak lahir stunting. Dengan harapan tahun 2030 Indonesia bisa menjadikan genarasi-generasinya yang berkualitas.
Ia katakan, oragnisasi terkecil di Indonesia kami memiliki cita-cita, bahwa setiap insan anak yang lahir dalam keluarga itu tidak boleh kekurangan vitamin. “Agar cita-cita ini tercapai, diharapkan usia menikah itu di atas 20 tahun wanita dan di atas 25 tahun pria. Mereka harus tahu kondisinya sehat dan siap untuk menikah, dan siap hamil,” katanya.
Yuni Dwi Tjadikijanto menguraikan kalau stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar. Faktor penyebabnya adalah praktek pengasuhan yang kurang baik. Kurangnya pengetahuan tentang kesehatn dan gizi sebelum masa kehamilannya. “Dari kondisi tersebut, terjadi 30 persen dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI Eksklusif. 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima makanan pendamping ASI,” jelasnya.

Sedangkan stunting yang disebabkan oleh faktor multidimensi. Intervensinya yang paling menentukan adalah pada 1.000 HPK (Hari Proses Kehidupan). Penyebabnya terbatasnya layanan kesehatan, termasuk layanan ANC, post natal dan pembelajaran diri yang berkualitas. “Termasuk kurangnya akses air bersih dan sanitasi,” jelas Yuni Dwi Tjadikijanto.
Sementara itu, Suparni juga menjelaskan tentang upaya 8 aksi konvergensi percepatan pencegahan stunting dilakukan mulai dari tahap perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi.
Aksi 1, melakukan identifikasi sebaran stunting, ketersediaan program, dan kendala dalam pelaksanaan konvergensi intervensi gizi.
Aksi 2, menyusun rencana kegiatan untuk meningkatkan pelaksanaan integrasi intervensi gizi.
Aksi 3, menyelenggarakan rembug stunting tingkat kabupaten/kota.
Aksi 4, memberikan kepastian hukum bagi desa untuk menjalankan peran dan kewenangan desa dalam konevrgensi gizi terintegrasi.
Aksi 5, memastikan tersedianya kader yang berfungsi membantu pemerinntah desa dalam melaksanakan intervensi gizi terintegrasi di tingkat desa.
Aksi 6, meningkatkan sistem pengelolaan data stunting dan cakupan intervensi di tingkat kabupaten/kota.
Aksi 7, melakukan pengukuran pertumbuhan dan perkembangan anak balita dan publikasi angka stunting kabupaten/kota.
Aksi 8, melakukan review kinerja pelaksanaan program dan kegiatan terkait penurunan stunting selama satu tahun terakhir.(mad)







