SIDOARJO (RadarJatim.id) – Polemik kerjasama pengelolaan parkir tepi jalan umum dan lokasi khusus antara PT Indonesia Sarana Service (ISS)-KSO dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo belum juga selesai.
Setelah terjadi saling gugat antar PT ISS-KSO dengan Dinas Perhubungan (Dishub) yang mewakili Pemkab Sidoarjo, akhirnya pada pertengahan Desember 2023 lalu telah disepakati addendum antara kedua belah pihak.
Isi addendum diantaranya, adanya perubahan nilai kontrak dari Rp 32,09 Milyar menjadi Rp 6,6 Milyar dalam satu tahun serta perubahan titik parkir dari 359 titik parkir menjadi 87 titik parkir. PT ISS-KSO memiliki tanggung jawab untuk membayar/setor Rp 550 juta setiap bulannya.
Namun sayang, hingga akhir bulan Mei 2024 ini, PT ISS-KSO belum memenuhi kewajibannya melakukan pembayaran ke Kas Daerah (Kasda) Kabupaten Sidoarjo atau belum setor pendapatan parkir selama 5 bulan sekitar Rp 2.750 juta.
Java Corruption Watch (JCW) menilai bahwa ada indikasi unsur kesengajaan dari PT ISS-KSO dengan tidak mau membayar pendapatan parkir ke Kasda yang berdampak pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sidoarjo.
“Ada indikasi unsur kesengajaan yang merugikan masyarakat, karena sudah memungut uang parkir dari masyarakat yang seharusnya bisa dipakai untuk anggaran pembangunan di Kabupaten Sidoarjo,” kata Ketua JCW, Sigit Imam Basuki saat berada di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo, Senin (03/06/2024).
Berdasarkan investigasi dilapangan, JCW mendapati PT ISS-KSO sudah melakukan penarikan sebesar Rp 4 ribu untuk kendaraan roda empat/mobil dan sebesar Rp 2 ribu untuk kendaraan roda dua/motor.
“Dan, itupun dilakukan secara rutin setiap hari oleh petugas parkir dari PT ISS (KSO, red),” katanya.
Atas perbuatan yang dilakukan oleh PT ISS-KSO tersebut, JCW telah melayangkan surat laporan ke Kejari Sidoarjo dengan tembusan ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI).
PT ISS-KSO diduga telah melanggar Undang Undang (UU) Nomo 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
“Serta UU PTKP pasal 12 ayat 1, bahwa setiap PNS atau pihak swasta yang melakukan pungli dapat dijerat dengan pidana 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 Milyar,” terangnya. (mams)







