Oleh Risqi Amirulloh
Ibu Kota Nusantara (IKN), sebuah proyek ambisius yang digadang-gadang sebagai simbol kemajuan dan inovasi tata Kelola pemerintahan, hingga kini menjadi sorotan utama dalam perdebatan mengenai arah Reformasi Administrasi Negara di Indonesia. Kehadiran Otorita IKN, yang diatur secara khusus melalui Undang-undang Nomor 3 Tahun 2022 dan Nomor 21 Tahun 2023 menjanjikan model pemerintahan yang efisien dan modern. Namun, di balik gemerlapnya visi tersebut, tersembunyi sejumlah persoalan mendasar yang mengancam prinsip-prinsip demokrasi dan akuntabilitas.
Otorita IKN dengan kewenangan administratif yang sangat luas, mulai dari perizinan hingga pengelolaan sumber daya, memang menawarkan fleksibilitas yang sulit ditemukan dalam birokrasi konvensional. Namun, otonomi yang begitu besar ini juga menyimpan potensi masalah yang serius. Status hukum Otorita IKN yang tidak memiliki mekanisme pengawasan legislatif di tingkat lokal, serta penunjukan pemimpinnya yang dilakukan langsung oleh presiden, menimbulkan pertanyaan besar mengenai checks and balances dan legitimasi demokratis.
Mekanisme pertanggungjawaban yang tidak konvensional ini menyulitkan penerapan prinsip checks and balances secara optimal, yang pada gilirannya berpotensi melemahkan partisipasi publik dan demokrasi administratif. Kita patut bertanya, bagaimana mungkin sebuah lembaga yang memiliki kekuasaan begitu besar dapat dipertanggungjawabkan tanpa adanya pengawasan yang efektif dari lembaga legislatif lokal?
Selain itu, tumpeng tindih kewenangan antara Otorita IKN dan kementerian/lembaga lain juga menjadi perhatian serius. Dengan memegang fungsi administratif, teknokratis, dan eksekutif secara bersamaan, Otorita IKN memiliki ruang gerak yang sangat luas, namun minim kontrol. Kondisi ini membuka peluang terjadinya mal-administrasi dan konflik kepentingan, yang pada akhirnya dapat merugikan kepentingan publik.
Legitimasi elektoral juga menjadi isu krusial. Ketiadaan proses pemilihan langsung untuk kepala Otorita IKN berpotensi mengurangi legitimasi di mata publik, yang pada gilirannya dapat menurunkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan pengambilan Keputusan. Apakah mungkin sebuah pemerintahan dapat berjalan efektif tanpa dukungan dan kepercayaan penuh dari masyarakat yang dipimpinnya?
Di sisi lain, sistem administrasi publik Indonesia masih dihadapkan pada tantangan klasik, seperti birokrasi yang rumit, korupsi, kesenjangan pelayanan publik, serta kurangnya transparansi dan akuntabilitas. Upaya reformasi birokrasi, penegakan hukum yang tegas, peningkatan kualitas SDM, dan optimalisasi teknologi informasi menjadi solusi yang terus didorong untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik. Namun, tanpa adanya perubahan mendasar dalam budaya birokrasi dan komitmen yang kuat dari para pemangku kepentingan, upaya-upaya ini akan sia-sia belaka.
Inovasi dalam pelayanan publik tetap menjadi harapan besar. Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) yang digelar pemerintah menjadi salah satu upaya mendorong birokrasi yang solutif dan berdampak nyata bagi Masyarakat. Inovasi yang berhasil direplikasi diberbagai daerah diharapkan dapat menjadi kebijakan publik yang efektif dan berkelanjutan.
Namun, inovasi saja tidak cukup. Perlu sistem pengawasan yang ketat, transparansi yang tinggi, serta partisipasi aktif dari masyarakat untuk memastikan, bahwa inovasi tersebut benar-benar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan publik.
Transformasi sistem administrasi negara, khususnya dengan model Otorita IKN, membuka peluang inovasi tata kelola, namun juga membawa tantangan serius terhadap prinsip demokrasi, transparansi dan akuntabilitas. Reformasi birokrasi harus terus dijalankan dengan menekankan etika administrasi publik, keterbukaan, serta partisipasi Masyarakat agar sistem pemerintahan yang baik dan demokratis benar-benar terwujud di era baru ini.
Semua pihak tidak boleh terlena dengan janji-janji inovasi dan kemajuan semata. Publik harus tetap kritis dan waspada terhadap potensi ancaman terhadap demokrasi dan akuntabilitas. Hanya dengan menjaga keseimbangan antara inovasi dan prinsip-prinsip demokrasi, dapat diperoleh kepastian, bahwa reformasi administrasi negara benar-benar membawa manfaat bagi seluruh rakyat Indonesia. (*)
*) Risqi Amirulloh, Mahasiswa Program Studi Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
CATATAN: Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulisnya.




