SIDOARJO (RadarJatim.id) – Kasus dugaan pemerasan terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN) di Lapas Kelas I Surabaya, berinisial RRH, kini makin melebar. Dua oknum wartawan berinisial JH dan WI resmi dilaporkan ke Polresta Sidoarjo oleh kuasa hukum RRH, Andry Ermawan bersama timnya, Senin (11/8/2025).
“Kami sudah melaporkan dua oknum wartawan itu atas dugaan tindak pidana pemerasan dan pengancaman. Kami punya bukti lengkap berupa chat WhatsApp, bukti transfer, hingga rekaman percakapan. Nilainya mencapai jutaan rupiah,” tegas Andry Ermawan dalam keterangannya, Rabu (20/8/2025).
Menurut Andry, praktik pemerasan itu bermula dari laporan polisi LAT terhadap kliennya RRH dengan tuduhan penganiayaan dan/atau perusakan di Polresta Sidoarjo pada 8 Agustus 2024. Beberapa bulan kemudian, tepatnya Maret 2025, RRH dihubungi oleh JH yang mengaku mengetahui adanya laporan polisi tersebut.
“Awalnya klien kami diajak bertemu di salah satu pujasera dekat Masjid Al-Akbar Surabaya. JH datang bersama temannya yang mengaku wartawan, berinisial WI. Saat itu mereka menyampaikan, bahwa kuasa hukum LAT berencana menggelar konferensi pers dan memberitakan laporan polisi tersebut di sejumlah media. Agar tidak tayang, mereka meminta uang,” papar Andry.
Karena terdesak, RRH akhirnya menyerahkan Rp 500 ribu per orang. Namun, permintaan tidak berhenti sampai di situ. Keduanya terus mendatangi dan menghubungi RRH dengan alasan agar kasus LAT tidak dipublikasikan di media.
Puncaknya terjadi pada 12 Juni 2025, ketika JH kembali menghubungi RRH melalui WhatsApp dan mengajaknya bertemu di salah satu kafe di kawasan Sidodadi, Sidoarjo. Dalam pertemuan itu, JH dan WI meminta uang Rp 10 juta.
“Karena tidak sanggup, klien kami hanya bisa mentransfer Rp3 juta ke rekening JH. Tapi setelah itu permintaan tetap berlanjut. Bahkan Juli 2025, mereka sempat marah-marah ke pegawai kantor RRH karena tidak bisa bertemu langsung dengan klien kami,” ungkapnya.
Atas dasar itu, pihaknya mendesak kepolisian untuk segera menindaklanjuti laporan dan menaikkan status keduanya menjadi tersangka.
“Klien kami jelas dirugikan secara psikologis maupun material. Sebagai pegawai Lapas, nama baik klien kami dipertaruhkan. Kami berharap penyidik profesional dalam menangani kasus ini,” tegas Ketua DPC IKADIN Sidoarjo tersebut.
Tak berhenti di situ, Andry juga mengungkap adanya oknum wartawan lain yang baru-baru ini mencoba mewawancarai dirinya terkait kasus tersebut. Namun saat diminta menunjukkan kartu pers, yang bersangkutan menolak. Meski demikian, berita tetap ditulis dan dipublikasikan.
“Kami meyakini tulisan itu bukan murni kerja jurnalistik, melainkan pesanan dari dua oknum wartawan yang sudah kami laporkan,” tandasnya. (RJ/RED)







