SURABAYA (RadarJatim.id) — Pergelaran seni budaya Papua yang dihelat di kawasan Kya-Kya Surabaya berakhir ricuh akibat aksi premanisme, Minggu (27/7/2025) malam. Kericuhan terjadi saat sekelompok orang yang mengaku dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) mendatangi tempat acara dan bersikeras membubarkannya.
Acara bertajuk “Seni dan Budaya Papua (Papua Fest)” itu digelar oleh Perkumpulan Alumni Papua (PAP) Jawa Timur. Salah satu atlet nasional, Serafi Unani, juga datang sebagai tamu utama. Acara yang dimulai pukul 18.30 WIB, awalnya berjalan lancar dan beberapa tokoh asal Papua datang dan juga perwakilan dari Pemerintah Kota Surabaya.
Acara dimulai dengan penampilan musik yang kemudian dilanjutkan dengan talkshow. Di tengah-tengah talkshow itulah, tiba-tiba sekelompok orang datang dan mengaku sebagai mahasiswa asal Papua. Kelompok orang tersebut meminta agar acara tersebut dihentikan dengan gaya premanisme.
Dialog pun sempat terjadi antarpihak penyelenggara dengan sekolompok orang tersebut. Sekelompok orang tersebut menyebut acara ini bukan datang dari orang-orang Papua.
“Sekalipun atas nama alumni, tapi kami tidak tahu alumni di mana, kedudukannya di mana, pendiriannya kapan, kami tidak tahu. Bapak-bapak ini bukan alumni, ini masyarakat yang bekerja, sudah penduduk Surabaya, berati bukan orang Papua lagi,” ujar salah satu dari kelompok orang tersebut.
Sekelompok orang tersebut merasa, bahwa pihak yang menggelar acara ini tidak pernah ada untuk mereka. Sebab, mereka mengaku selama ini mahasiswa Papua mendapat teror, tetapi tak pernah mendapat bantuan.
“Kami juga mahasiswa ini (mendapat) diskriminasi tapi alumni-alumni itu ke mana, sebagai orang Papua ke mana selama ini,” teriaknya.
Aparat kepolisian, TNI hingga Satpol PP pun datang. Mereka mencoba untuk meredam kegaduhan yang terjadi. Tapi, tidak ada titik temu. Setelah dialog, tiba-tiba sekelompok orang itu pun berlarian ke arah kursi penonton. Kursi-kursi peserta dibalik-balikkan. Seketika, para penonton dan tamu undangan yang hadir histeris, berlarian.
Bahkan, anak-anak yang hadir juga menangis, sehingga ada pula penonton yang pingsan. Sekelompok orang ini pun juga berlarian hingga ke area tenant dan pengunjung Kya-kya Surabaya. Pengunjung dan pedagang sempat panik.
Sebelum kerusuhan itu terjadi, Ketua Pelaksana Acara, Freek Cristiaan, sempat mengatakan, bahwa acara ini merupakan murni pentas seni dan budaya. Kegiatan tersebut ingin memperkenalkan budaya Papua ke Masyarakat Surabaya.
“Artinya, kami dari masyarakat Papua ingin memperkenalkan budaya tari-tarian kami kepada seluruh keluarga besar Jawa Timur, khususnya yang ada di Kota Surabaya dan seluruh suku-suku yang ada kami undang untuk mengikuti acara,” ujarnya.
Karena itu, ia menyesalkan insiden tersebut. Ia menegaskan, bahwa kegiatan ini murni untuk mengenalkan budaya Papua kepada publik, tanpa muatan politik atau kepentingan tertentu.
Freek juga menyebut, bahwa kegiatan ini telah mengantongi izin resmi dari Pemkot Surabaya melalui Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata (Disbudporapar), termasuk penggunaan area Kya-Kya secara gratis. Ia berharap kekisruhan berbau premanisme ini tidak memupus niat untuk terus menghadirkan ruang ekspresi budaya Papua di Surabaya.
Sementara Ketua Perkumpulan Alumni Papua (PAP) Jawa Timur, O DJ S. Halley berencana membuat laporan polisi terkait aksi premanisme sekelompok mahasiswa Papua itu. Langkah itu akan dilakukan, karena pihaknya tidak terima dengan tindakan anarkis yang merusak acara resmi yang sudah mendapat izin dari pemerintahan. (red/rj2)






