SIDOARJO (RadarJatim.id) — Belum semua menyadari, ayah memiliki peran penting dalam pembentukan karakter anak. Padahal telah tertuang dalam Al-Quran, bahwa para orang tua, khususnya ayah, memiliki kewajiban untuk tidak meninggalkan anak-anak dalam keadaan lemah.
Dalam hal ini ayah memiliki peran strategis terkait memberikan asupan jiwa bagi anak. Hal tersebut dibahas menarik dalam acara webinar yang diselenggarakan Yayasan Pendidikan Islam Terpadu (YPIT) Insan Kamil Sidoarjo. Acara yang diadakan, Minggu (13/2/2022) tersebut merupakan bentuk komitmen YPIT Insan Kamil Sidoarjo untuk membangun peradaban melalui bidang pendidikan. Acara tersebut juga merupakan rangkaian acara dalam rangka 2 dekade Insan Kamil didirikan.
“Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan penguatan dan membantu para orang tua dalam mendidik anak-anak,” tutur Ustazah Jujuk Rusdiana, Ketua YPIT Insan Kamil, seraya menambahkan, pihak sekolah dan para orang tua bisa bersinergi dan juga mengetahui road map dalam pengasuhan anak-anak yang disesuaikan dengan usia tumbuh kembang anak.
Acara parenting bertema Peran Strategis Ayah dalam Pembentukan Karakter Anak menghadirkan praktisi parenting, yakni Ayah Irwan Rinaldi sebagai nara sumber. Ayah Rinaldi (sapaan akrabnya) membeberkan fakta, bahwa 35% lebih anak-anak mengalami ketakutan. Selain itu, anak-anak mengalami 3 krisis karakter, yakni kesehatan mental, depresi meningkat, dan kesenjangan antara ilmu karakter dengan pelaksanaannya.
Krisis karakter anak, katanya, dipicu oleh beberapa hal. Pertama, krisis karakter pada anak disebabkan orang tua yang tidak sepakat dalam hal prinsip, pola, dan road map pengasuhan. Seorang anak laki-laki seharusnya memiliki pola pengasuhan yang dapat memunculkan qawwam-nya. Diharapkan, anak laki-laki dapat menjadi seperti Nabi Ismail atau Ishaq, sedangkan anak perempuan diharapkan mampu menjadi seperti pribadi Maryam.
Kedua, krisis karakter anak disebabkan oleh stres akademi dan stres pegasuhan. Terkait hal tersebut, para orang tua dan guru harus memahami stuktur otak anak. Jika tidak, anak-anak tidak akan mendapatkan pengasuhan yang baik, sehingga memicu krisis karakter. Contohnya, sekolah tidak hanya menjadi penonton, tetapi harus memainkan perannya sebagai pelaku pengasuhan.
Ketiga, krisis karakter anak dikarenakan kesenjangan ilmu tentang karakter dengan perilaku karakter. Keempat, krisis karakter anak juga dapat disebabkan pengaruh media, terutama di usia dini. Media cenderung mengerdilkan peran ayah untuk membentuk karakter anak. Anak yang seharusnya mendapatkan pengasuhan, malah tergantikan dengan media, seperti gadget, sehingga ayah dan anak tidak memiliki hubungan yang erat.
“Meski begitu, tidak berarti karakter anak tidak dapat dibentuk menjadi baik. Karakter anak harus terus diupayakan oleh ayah sebagai kepala keluarga. Ayah memiliki peran dalam hal strategis pengasuhan, sedangkan ibu memiliki peran praktisnya,” ujarnya.
Rinaldi menambahkan, ayah memiliki tugas sebagai pendidik. Ada 3 hal yang harus dipahami dalam hal ini, yakni loving, coaching, dan modelling. Ayah harus sadar dalam merawat dan menjaga cintanya (loving). Sebelum mencintai pasangannya, dia pun harus mencintai dirinya sendiri. Jika hal itu telah dilakukan maka cinta terhadap anak juga akan kuat. Sebab, bagaimanapun mencintai pasangan juga akan berpengaruh pada bagaimana mencintai anak. Hubungan antarpasangan harus benar-benar harmonis.
Selanjutnya, jika loving telah baik, ayah akan mudah untuk melakukan perannya dalam coaching. Ayah harus paham bagaimana membimbing anak laki-laki maupun perempuan. Hal ini harus dibekali dengan pengetahuan dan ilmu tentang tumbuh kembang anak. Kemudian, barulah ayah dapat menghadirkan modelling bagi anak. (sho)