SIDOARJO (RadarJatim.id) – WhatsApp Group Ruang Publik Sidoarjo (WAG RPS) kembali menggelar dialog publik ‘Mencari dan Memilih Calon Pemimpin Sidoarjo 2024’ jilid VII di Kedai Bu Atiek, Jalan Dr.Soetomo nomor 26 atau dibelakang Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Delta Sidoarjo.
Dialog publik RPS jilid VII kali ini menghadirkan Fauzan Adhim Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sidoarjo, Agung Nugraha Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sidoarjo, Musta’in Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sidoarjo dan Jamil Jurist Dosen Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara (Ubhara)-Surabaya sebagai narasumber, Minggu (21/07/2024) malam.
Ketua Bawaslu Sidoarjo, Agung Nugraha mengatakan bahwa pihaknya sudah melakukan pemetaan terhadap titik-titik kerawananan dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sidoarjo tahun 2024 ini.
“Kita lagi fokus melakukan evaluasi kinerja adhoc saat Pileg (Pemilihan Legislatif, red) dan Pilpres (Pemilihan Presiden, red) kemarin. Karena ada beberapa catatan yang sangat menyakitkan, yaitu dengan ‘hilangnya’ dua adhoc, baik di KPU maupun di Bawaslu,” katanya.
Saat ini yang menjadi konsen dari Bawaslu Sidoarjo, yaitu terkait etik jajaran adhoc yang berada dibawah naungannya ataupun dibawah naungan KPU Sidoarjo yang menjalankan tugas-tugasnya melebihi kewenangannya.
Menurut Agung Nugraha bahwa ada beberapa potensi kerawanan penyelanggaraan Pilkada yang disebabkan oleh tipologi sosial budaya di Kabupaten Sidoarjo.
“Kalau kita bicara agrobis, maka karakteristik pantutannya adalah birokrasi dan tokoh masyarakat,” ucapnya.
Begitu juga dengan latar belakang masyarakatnya adalah pedagang dan religius, maka yang menjadi panutannya adalah para tokoh agama.
Untuk itu, tiga tokoh atau panutan tersebut mempunyai peranan penting dalam menjaga kondusifitas dalam setiap penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu), baik Pileg, Pilpres maupun Pilkada di Kabupaten Sidoarjo.
“Kami sudah sampaikan peta kerawanan ini ke teman-teman di kepolisian. Karena itu, Pak Kapolres Sidoarjo sering mengajak bangun cooling system terkait kesiapan Pemilu serta menarik partisipasi warga untuk memberikan masukan dan informasi,” tambahnya.
Hal-hal inilah yang menurut Agung perlu dijadikan refleksi seluruh komponen masyarakat agar bisa memilih calon pemimpin terbaik yang bisa membawa Sidoarjo ke depan menjadi lebih baik lagi.
“Pilihannya hanya dua, apakah kita akan menjadikan Pilkada ini sebagai kegiatan politik atau kegiatan ekonomi. Kalau politik, maka seluruh kebijakan pimpinan daerah ke depan pasti akan berpihak pada rakyat,” terangnya.
Jika masyarakat menjadikan Pilkada ini sebagai kegiatan ekonomi, maka semua aturan yang dihasilkan oleh para pimpinan daerah akan berpihak pada pemilik modal.
“Karena itu, saya tidak suka Pemilu disebut sebagai pesta demokrasi,” ujarnya.
Dijelaskan oleh Agung bahwa Bawaslu Sidoarjo sudah melakukan koordinasi dengan semua stakeholder yang ada, mulai dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD), Kementerian Agama (Kemenag) maupun organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
“Agustus nanti setelah Desk Pilkada dilantik, kita akan coba mengelola untuk berbagi peran lembaga-lembaga tadi agar semuanya menyuarakan hal yang sama,” jelasnya.
Sementara itu, Jamil Jurist menuturkan bahwa piranti hukum yang menjadi rambu-rambu pelaksanaan Pemilu di Indonesia sudah sangat baik, apabila dibandingkan dengan negara-negara lainnya.
Begitu juga dengan penyelenggara Pemilu-nya yang sangat lengkap, dimana ada KPU yang melaksanakan, Bawaslu yang mengawasi dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memberikan sanksi kepada para penyelanggara Pemilu, apabila tidak bekerja secara profesional.
“Jadi, dalam hal ini peran akademisi untuk menyiapkan aturannya sudah selesai,” tuturnya.
Menurut Jamil bahwa legal culture atau budaya hukum masyarakat juga menjadi salah satu faktor penentu lainnya, sehingga dalam setiap kontestasi Pemilu, baik Pilpres, Pileg maupun Pilkada tidak menghasilkan pemimpin-pemimpin yang baik.
“Jangan-jangan kita sebagai masyarakat yang justru menjadi penyebab masalah, sehingga Pemilu ini tidak menghasilkan pemimpin-pemimpin yang baik. Mari mengintrospeksi diri kita masing-masing,” pungkasnya. (mams)







