GRESIK (RadarJatim.id) — Majelis Ulama Indonesia (MUI) Gresik akhirnya memutuskan, prosesi pernikahan seorang pria dengan seekor kambing betina di Desa Jogodalu, Kec, Benjeng, Gresik menyalahi syariat Islam dan termasuk tindakan penodaan agama. Karena itu, MUI Gresik “menghukum” empat orang yang terlibat langsung dalam penikahan nyeleneh itu untuk bertobat dan meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat Gresik.
Hal itu diputuskan dalam rapat gabungan MUI dengan pimpinan NU, Muhammadiyah, dan LDII di aula MUI Gresik di kompleks Masjid Agung Maulana Malik Ibrahim, Jl. Wahidin Sudirohudoso, Gresik, Kamis (9/6/2022). Sebelum merilis pernyataan sikap untuk direkomendasikan kepada para pihak yang berwenang, MUI juga mengundang 4 orang yang terlibat langsung dalam pernikahan aneh yang terjadi di Desa Jogodalu, Kec. Benjeng, Gresik, Minggu (5/6/2022) lalu.
Keempatnya adalah Nur Hudi Didin Ariyanto pemilik Pesanggrahan Kramat yang juga anggota DPRD Gresik dari Fraksi Nasdem, mempelai pria Syaiful Arif, warga Desa Klampok, Kecamatan Benjeng, Krisna selaku penghulu pernikahan, dan Arif Saifullah selaku pemilik konten kreatif dan Sanggar Alam Cipta.
“Ritual pernikahan manusia dengan binatang bertentangan dengan syariat Islam. Apabila pelaku meyakini benar ritualnya itu, maka sudah keluar dari Islam alias murtad,” ujar Ketua MUI Gresik, KH M. Mansoer Shodiq.
Menurut Kiai Mansoer, ritual pernikahan manusia dengan kambing itu adalah bentuk dari penistaan atau penodaan agama. Karena itu, pihak yang berwajib (kepolisian) diminta untuk melakukan proses hukum terhadap para pelaku sesuai perundangan yang berlaku.
“Kami telah melakukan klarifikasi dengan pihak-pihak terkait, karena melakukan pernikahan dengan binatang bertentangan dengan syariat islam,” ungkapnya.
Pernikahan nyeleneh itu, lanjut Kiai Mansoer, telah menggunakan tata cara nikah secara agama Islam. Karena itu, shighot dan tata laksana dalam pernikahan tersebut sudah masuk kategori penistaan agama, kemanusiaan, budaya, dan pencemaran nama baik Kabupaten Gresik yang dikenal dengan Kota Santri.
“Semua yang terlibat aktif di dalamnya wajib bertaubat dengan taubatan nasuha dan meminta maaf kepada seluruh umat Islam, khususnya di Gresik,” lanjutnya.
Meski begitu, lanjut Kiai Mansoer, atas tindakan penodaan agama, MUI merekomendasikan agar kepolisian secara proaktif menindak tegas para pelakunya melalui proses hukum sesuai perundangan hukum yang berlaku.
“Pihak yang berwajib juga mesti mencegah setiap tindakan penodaan agama Islam dengan tidak melakukan pembiaran terhadap perbuatan tersebut,” lanjutnya.
Dari kasus tersebut, sambung Kiai Mansoer, masyarakat diharapkan untuk tetap tenang dan tidak melakukan main hakim sendiri, tapi percayakan penanganannya kepada pihak yang berwajib untuk melakukan proses penegakan hukum secara profesional dan proporsional.
Secara khusus, keempat orang yang terlibat langsung dengan prosesi pernikahan manusia dengan hewan tersebut, di hadapan puluhan wartawan membacakan pernyataan tobat atas kekhilafan yang mereka lakukan. Mereka secara khusus juga meminta maaf kepada seluruh masyarakat Gresik.
“Saya mengaku salah dan khilaf. Karena itu, dengan tulus saya mohon maaf kepada seluruh masyarakat Gresik,” ujar Nur Hudi, sebelum membaca pernyataan tobatnya. (sto)







