SURABAYA (RadarJatim.id) – Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, mengantarkan langsung sejumlah tokoh buruh dan pekerja Jawa Timur bertemu dengan Menteri Koordinaror bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, di Jakarta, Kamis (15/10/2020).
Para tokoh buruh dan pekerja yang berjumlah 25 orang tersebut berasal dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI ), Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), dan Serikat Buruh. Mereka berangkat dari Surabaya menggunakan dua buah bus.
Forum dialog ini merupakan upaya fasilitasi dari Gubernur Khofifah yang ingin agar para buruh dan pekerja Jatim bisa langsung menyampaikan aspirasi, keluh kesah, dan harapan terkait UU Cipta Kerja kepada Menko Polhukam.
Selain itu, kedatangan mereka ke Jakarta agar buruh dan pekerja juga bisa mendapatkan informasi utuh dan komprehensif mengenai UU Cipta Kerja. Dalam forum tersebut Gubernur Khofifah berperan langsung sebagai mediator jalannya dialog.
Sejumlah isu yang disampaikan buruh dan pekerja di antaranya permasalahan pesangon, hak cuti pekerja, pengupahan berupa UMSK dan UMK, terkait pengaturan pegawai outsourcing dan berbagai poin pembahasan dalam UU Cipta Kerja yang dianggap merugikan pekerja.
Khofifah mengatakan, pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan dengan elemen buruh dan pekerja Jatim usai aksi 8 Oktober 2020 lalu. Khofifah ingin aspirasi buruh dan pekerja Jatim langsung didengar oleh Pemerintah Pusat.
“Tanggal 8 Oktober malam lalu kami bertemu dengan perwakilan elemen buruh di Gedung Grahadi. Mereka meminta kami melanjutkan aspirasi dengan menuliskan surat ke presiden, dan sudah kami kirim. Kedua mereka ingin dapat informasi langsung dari pemerintah di pusat yang tahu betul dan bisa menjelaskan terkait konstruksi hukumnya. Maka kami sepakat mohon penjelasan kepada Pak Menko Polhukam,” kata Khofifah.
Total ada delapan orang perwakilan buruh/ pekerja yang menyampaikan usulan rekomendasinya. Selain itu, ada hal hal yang akan diteruskan ke Menkeu terkait buruh linting, juga terkait RPP butuh dikomunikasikan ke Menaker.
Ada juga yang tekait peraturan antarperusahaan dan pekerja yang ternyata ada yang sudah memberikan kesejateraan kepada pekerja melebihi UU Omnibus Law ini. Selanjutnya, permasalahan ituakan diteruskan Menko Polhukam Mahfud MD ke kementerian yang membidangi.
Sementara itu, Menkopolhukam Mahfud MD mengapresiasi langkah Gubernur Khofifah mengantarkan secara langsung perwakilan serikat buruh se-Jatim untuk menyampaikan aspirasi terkait UU Omnibus Law.
“Semua ini kita salurkan ke pemerintah. Ada yang bisa disalurkan melalui peraturan perundang-undangan, kebijakan presiden, kebijakan menteri, dan lain sebagainya. Bahkan kita juga tidak menutup kemungkinan mengubah UU melalui uji materi di MK. Jika itu merugikan konstitusional,” ujarnya.
Menurut dia, semua kemungkinan masih terbuka lebar. Oleh karena itu, permasalahan ini bisa diselesaikan secara baik-baik. Mantan Ketua MK itu menjelaskan, UU Omnibus Law adalah upaya pemerintah memangkas regulasi dan kendala birokrasi di sektor investasi, sehingga memberi kepastian orang berusaha dan meningkatkan daya saing nasional. RUU itu sendiri mencakup 76 undang-undang, termasuk perpajakan.
“Maka pemangkasan birokrasi lewat satu UU, presiden inginnya begitu. Amdal lama, pembebasan lahan sekian lama. Sekarang akan disederhanakan dan menghilangkan korupsi. Maka, dibuatkan RUU ini,” jelas Menkopolhukam.
Ketua DPD KSPSI Jatim, Achmad Fauzi, mengatakan, pihaknya mengapresiasi adanya upaya yang baik dari Gubernur Khofifah maupun Menkopolhukam yang bersedia menerima keluh kesah buruh atas pengesahan UU Omnibus Law atau UU Cipta Kerja.
“Kami meminta Pak Menko untuk meneruskan aspirasi kami. Antara lain adalah dari sisi UMSK, UMK dan apa yang telah disepakati antara pekerja dan perusahaan atau perjanjian kerja bersama (PKB) di perusahaan tidak boleh hilang karena UU Cipta Kerja ini,” kata Fauzi.
Menurut Fauzi, peraturan yang sudah baik harus dipertahankan dan jangan justru dihilangkan dengan adanya aturan baru. Sebab, ada beberapa klausul dalam UU Cipta Kerja yang dinilai merugikan pekerja. (Phaksy/Red)







