SURABAYA (Radarjatim.id) Upaya pencegahan pekerja migran Indonesia (PMI) non prosedural terus dilakukan oleh Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Surabaya. Dengan menggandeng aparat penegak hukum (APH) dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), imigrasi menggelar rapat koordinasi dalam rangka upaya pencegahan pekerja migran Indonesia (PMI) non prosedural dalam prespektif tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Hotel JW Marriot, Selasa (19/4/2022).
Hadir sebagai narasumber, Kompol David Manurung dari Direktorat Reknata Polda Jatim, Kepala Urusan Tata Usaha UPT BP2MI Surabaya Hari Sarjana Saputra, dan Nugroho Priyo Susetyo dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan dari UPT Imigrasi se-Jawa Timur.
Kabid Teknologi Informasi Komunikasi Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Surabaya, Fajar mengatakan, tujuan dari kegiatan adalah untuk meningkatkan sinergi dan kerjasama antara imigrasi dengan instansi terkait seperti kepolisian, kejaksaan, BP2MI.
“Rapat koordinasi ini untuk menyamakan visi dan misi dalam upaya untuk mencegah pekerja migran non prosedural, sekaligus pencegahan dan penanganan pekerja migran non prosedural yang tidak hanya tugas Imigrasi, tetapi merupakan tugas bersama dengan instansi terkait,” ujar Fajar.
Sebagaimana diketahui bahwa pekerja migran non prosedural sangat rentan terkait dengan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Perdagangan orang ini merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, serta melangar Hak Asasi Manusia. Hal tersebut harus mendapat perhatian khusus dari kita semua. Dengan adanya rapat koordinasi ini, diharapkan kita dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap modus operandi pekerja migran non prosedural,” pungkas mantan Kabid Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Kanimsus Surabaya ini.
Pada kesempatan itu, Kompol David Manurung mengatakan, jika persoalan TPPO ini dapat diatasi dengan kerja sama yang baik antar instansi terkait.
“Ini bisa kita maksimalkan dengan melibatkan stakeholder terkait agar terus mensosialisasikan agar memilih yang legal,” ujar David.
Dari beberapa kasus yang ditemui, banyak diantara mereka juga sengaja mengenyampingkan hal itu, tanpa mau berbelit-belit dengan aturan yang ada.
“Memang dilema, beberapa dari mereka yang saya wawancarai, niat mereka bekerja dengan mengesampingkan semuanya. Setelah kerja disana dengan mengajak teman mereka, dan hanya memakai paspor biasa, tidak sesuai. Ketika bermasalah, tidak bisa dilindungi oleh negara,” paparnnya.
Sementara itu, Kaur Tata Usaha UPT Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Surabaya, Hari Saputra, menerangkan, banyak sekali keberangkatan PMI yang tertunda selama Pandemi Covid 19. Lebih lanjut ia menuturkan, kondisi tersebut kian rumit ketika mereka sudah melakukan registrasi di masing masing Kabupaten Kota. Tercatat, ada 10 ribu PMI tertunda keberangkatannya dan terkatung katung.
“Karena adanya pandemi yang seharusnya bisa berangkat, tapi jadwalnya tertunda, karena kebetulan negara yang akan mereka tuju ditutup. Banyak negara yang menutup dan tidak menerima orang dari luar masuk,” katanya. (RJ/RED)







