Oleh SATRIA DHARMA
Penasaran dengan pemberitaan seputar tes swab gratis di Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) milik Pemerintah Kota Surabaya, sebagai arek Suroboyo yang juga ber-KTP kota ini, saya coba manfaatkan layanan itu. Hal itu salakukan karena saya baru pulang dari Balikpapan. Apa benar gratis? Jangan-jangan ….
Sebetulnya sih saya merasa baik-baik saja. Tidak ada yang aneh-aneh dari tubuh atau fisik saya.Tapi siapa tahu, lha wong kami ngluyur terus berhari-hari dan sempat mencoba jalan tol baru Balikpapan-Samarinda. Di Samarinda kami mendatangi rumah keluarga dan teman. Di sana juga sempat makan di resto Banjar.
Ketika di Balikpapan lebih seru lagi, karena kami mengadakan acara ulang tahun (Ultah) ayah kami di gedung Universitas Mulia Balikpapan. Selain itu, di kota ini kami juga menghadiri acara mantenan di The Coast. Di sini, bertemu banyak orang dan sekaligus makan-makan, tentu saja.
Eh, kami juga masih menyempatkan diri belanja-belanja di dua mal di Balikpapan. Hampir setiap malam kami kumpul-kumpul dan makan-makan bersama keluarga besar Hasyim Mahmud di Kompleks Pupuk Baru. Namanya juga kangen, ketemu keluarga besar sing gak weruh wedi. Almost every night. Pokoke mbonek pol.
Selain itu, sewaktu di pesawat kemarin ternyata protokol kesehatan tentang jaga jarak tidak bisa dilaksanakan. Pesawat Lion Air penuh dan tentu saja waktu mau turun kami berdesak-desakan. Untungnya kami diberi faceshield dan semua penumpang patuh bermasker. Lagi pula mereka semua telah dites rapid dan hasilnya tidak reaktif. But who knows?
Malamnya, saya ke Labkesda di kawasan Gayungsari, Surabaya. Baru memasuki gerbang masuk, saya dihadang oleh security dan diminta menunjukkan tiket atau boarding pass. Tentu saja saya tidak siap dan tak bisa menunjukkan apa yang diminta. Besoknya, alias Senin (28/9/2020) pagi saya datang lagi. Saya tunjukkan boarding pass dan diperkenankan masuk ke halaman Labkesda yang dijadikan tempat periksa. Ternyata, boarding pass saja belum cukup untuk bisa mendapat layanan tes swab. Masih harus menyertakan fotokopi KTP juga.
Setelah keliling mencari lokasi fotokopis dan menemukannya, saya kembali lagi lalu mengisi formulir. Setelah itu, saya diminta anatre untuk menunggu petugas kesehatan yang akan men-swab. Banyak yang datang, tapi sebagian besar mereka ditolak karena tidak memenuhi persyaratan.
Salah satu syaratnya ya harus dari bepergian dengan menunjukkan bekas tiketnya dan fotokopi KTP. Ada juga beberapa orang yang membayar. Berarti mereka bukan orang atau warga Surabaya. Lha wong ternyata kalau orang Surabaya seperti saya, memang ternyata gratis, seperti yang diberitakan di media. Bu Risma pancen George Gandoz dalam hal ini.
Saya mendapat antrean keenam untuk swab, diambil cairan di hidung. Petugasnya berpakaian APD (alat pelindung diri) lengkap dan sarung tangannya dobel. Setiap kali selesai ambil sampel dari satu orang, selalu pakai hand sanitizer lagi. Tetapi, ada juga orang yang ngotot minta petugasnya ganti sarung tangan dengan sarung tangan baru yang ia bawa sendiri. Waow, super cautious.
Proses mengambil sample cairan dari hidung kiri dan kanan berlangsung sebentar saja. Tapi lumayan uncomfortable, karena cotton bud-nya masuk sampai ke ujung hidung kita.
Semua proses yang saya lakukan hanya memakan waktu sekitar setengah jam, karena tidak banyak orang yang datang. Hasilnya? Ternyata tidak bisa langsung diperoleh hari juga. Saya harus menunggu 3-5 hari lagi, baru hasilnya bisa diambil.
Bagaimana kalau ternyata nanti saya positif Covid-19? Yo piye maneh. Saya terima saja nasibku. Sementara ini saya anggap saja, bahwa saya negatif. Negative until proven otherwise! Tapi, kok ya dhek-dhekan juga ya hati ini. (*)
*) Penulis adalah penggerak literasi Indonesia, konsultan pendidikan, dan demen piknik/melancong.







