Masa pembelajaran online sudah berakhir, semua kalangan menyambut baik dengan adanya PTM (Pembelajaran Tatap Muka). Alhamdulilah pemerintah pun mendukung PTM 100%. Saat pembelajaran on line semua bisa didapat dengan mudah. Banyak sumber media belajar yang bisa kita cari tinggal klik saja. Tanpa susah payah untuk membuatnya. Dengan masa “semedi” selama hampir 2 tahun membuat saya agak canggung dan bingung untuk memulai kembali pembelajaran PTM. Bingung untuk mengawalinya, canggung untuk mengawal pembelajaran yang menarik dan inovatif.
Sebagai guru, mempunyai tanggung jawab untuk kemajuan pendidikan siswa kita. Baik dari segi kognitif, spiritual, sosial, dan ketrampilan. Semua harus kita takar, coba, ramu dan olah sehingga menjadi racikan resep makanan yang enak di lidah siswa. Alangkah baiknya jika kita bisa menyuguhkan makanan yang sesuai dengan lidah siswa. Heemmm… pasti akan dilahap habis bersih sama mereka. Sama halnya dengan setiap tujuan pembelajaran di setiap materi. Jika guru bisa membuatnya menjadi sesuatu yang pas dan cocok di siswa tidak menutup kemungkinan semua siswa akan tuntas dalam belajar, senang, dan kecanduan ingin belajar lagi dan lagi.
Saat pembelajaran PTM kami mulai suguhkan makanan pembelajaran sama menu saat pembelajaran online. Tapi sontak kami terkejut, ternyata siswa tidak ada yang melahap, boro-boro mencicipi, melihat makanannya saja tidak. Menu saat itu yaitu literasi budaya dan numerasi. Kami berikan bacaan literasi budaya dengan gambar dan teks yang panjang. Begitu juga dengan literasi numerasi, kami suguhkan menu latihan soal matematika yang banyak. Padahal harapan kami siswa kembali bisa senang berliterasi, sama halnya saat on line. Tidak hanya cukup di situ siswa juga jauh berubah, bisa dikatakan terdampak learning loss dan akhlak loss juga. Minat belajar yang kurang, tidak fokus pada pelajaran, budi pekerti yang menurun drastis, dan abai dengan perintah guru. Susah diatur.
Pembelajaran yang menarik harus tetap berlangsung dan justru ini yang membuat kami menjadi tertantang dalam kasus ini. Saya pun berkoordinasi dengan tim KKG guru menceritakan menu makanan saya yang dilempar mentah-mentah oleh siswa. Akhirnya setelah berdiskusi saya menemukan cara bagaimana membuat menu baru yang disukai siswa PTM.
Membuat menu baru saya yaitu saya mengajak siswa menjadi pasukan semut berkeliling sekolah untuk mencari botol bekas. Dengan menggunakan hasduk merah putih diikat di atas kepala dan sarung tangan kami pun mulai bekerja. Setelah itu semua botol dicuci bersih dan dipisahkan antara tutup dan badan botol. Saya membagi 2 kelompok. Satu kelompok menanam tanaman dengan badan botol menjadi vas bunga. Yang satu kelompok lagi berkreasi dengan tutup botol untuk ditempel stiker angka. Ternyata siswa sangat senang diajak bergerak, capek, dan kotor. Mereka sangat antusias karena selama 2 tahun menjadi kaum gabut dan rebahan, karena on line dominan kurang aktifitas (terlalu banyak duduk/zoom).

Tim vas bunga sudah selesai dan kelas kamipun tampak hidup dan hijau. Bagaimana nasib tim tutup botol? Untuk mengenalkan literasi budaya saya mengambil Tradisi Udik-udikan dari Jawa. Pertama saya kenalkan lewat video dan sambil memberi penjelasan. Tampak siswa sangat aneh dan ragu. “Masak uang dibuang-buang dan gratis?”. “Oh ya memang itu bukti syukur karena setelah melahirkan bayi atau membeli sesuatu seperti mobil, motor dll”. Akhirnya, saya melakukan tradisi udik-udikan dengan tutup botol yang sudah diberi stiker koin. Ada koin 100, 200, 500, dan 1000. Saya sebar dan siswa rebutan untuk mengambil koin tutup botol tersebut. Berebut, marah, tertawa, dan bahagia tentunya. Kemudian siswa menghitung (literasi numerasi) semua jumlah koin yang didapat.

Adanya pembelajaran literasi budaya dan numerasi dengan suguhan menu yang berbeda membuat siswa tidak terasa senang cinta budaya Indonesia dan bisa mengenal tradisi udik-udikan. Ternyata dari kegiatan tersebut kita bisa mendapatkan banyak manfaat diantaranya, cinta lingkungan, saling gotong royong, kompetisi, literasi budaya, dan literasi numerasi. Sebagai tonggak pendidikan guru harus berani mengambil perubahan. Harus berani meramu, meracik, gagal, dan mencoba lagi, agar siswa bisa lahap dalam belajar dan menyantap apapun yang sehat dan bergizi demi pendidikan mereka. Yuk berani membuat menu baru lagi !
Penulis:
Seorang guru SD Al Falah Darussalam 2 , Waru, Sidoarjo. Telp 08121621554 surel di alamat : imawatics.ok87@gmail.com







