SURABAYA (RadarJatim.id) – Jelang Pilwali Surabaya 9 Desember, Surabaya Survey Center (SSC) merilis hasil penelitian yang mereka lakukan. Riset ini menunjukkan sebaran peta politik dan kecenderungan responden warga Kota Pahlawan.
Hasil survei menunjukkan, tingkat kesadaran dan partisipasi warga Surabaya masih tergolong tinggi meskipun pemilu di tengah masa pandemi.
Ikhsan Rosidi, Kepala peneliti senior SSC, mengungkapkan jika sudah hampir seluruh responden survey mengaku sudah terdaftar sebagai pemilih di Pilwali Surabaya.
“93,1 persen memastikan sudah terdaftar, hanya 6,9 persen yang belum terdaftar,” paparnya, saat Rilis hasil Surveinya, di Mangkunegaran Room, Narita Hotel, Surabaya, Rabu (2/12/2020).
Meski demikian disayangkan, selama survey dilakukan, separuh lebih responden mengaku belum mendapatkan undangan untuk mencoblos.
“58,3 persen responden mengaku belum dapat undangan. Sedangkan, 41,7 persen memastikan sudah mengantongi undangan,” urai Ikhsan.
Temuan dari riset yang ada, menurut Ikhsan bisa disebut sebagai sinyal bahaya bagi penyelenggara Pemilu. “Kenapa? Karena jika tidak mendapatkan undangan, maka warga tidak dapat mencoblos dan bisa mengurangi jumlah partisipasi pemilih nantinya,” lanjut Didik.
Pencoblosan Dijadwal, 54.2 Persen Warga Surabaya Memastikan Diri Datang ke TPS
Sementara itu, terkait rencana KPU bakal mengatur arus pemilih dalam proses Pilwali Surabaya rupanya cukup berpengaruh pada responden. Untuk menghindari adanya kerumunan, para pemilih akan dijadwal secara khusus dan dibagi berdasarkan waktu.
Berdasarkan hasil survey yang dirilis oleh Surabaya Survey Center (SSC), hampir sebagian besar lebih responden tahu jika akan ada penjadwalan dalam proses pencoblosan.
“58.5 persen responden mengaku tahu. 41.5 persen sisanya mengaku tidak tahu,” ujar peneliti senior SSC Ikhsan Rosidi.
Terkait hasil penelitian yang dilakukan, Ikhsan lebih lanjut memaparkan jika sebagian besar lebih responden memastikan tetap datang ke TPS meski ada penjadwalan.
“54.2 persen itu yang memastikan menggunakan hak pilihnya. 45.8 persen mengatakan tidak,” urai Ikhsan.
Temuan dari riset yang ada, menurut Ikhsan merupakan sinyal positif.
“Di satu sisi, penjadwalan yang dilakukan KPU dianggap masyarakat bukan hal yang merepotkan,” katanya.
“Di sisi yang lain, masyarakat ini berarti sudah sadar protokol kesehatan. Dengan mereka masih antusias hadir ke TPS meski dijadwalkan kan berarti mereka sadar betul pentingnya protokol kesehatan,” pungkas Ikhsan.
Selain itu sesuai hasil survei responden, mereka akan tetap menggunakan hak pilihnya meski masih pandemi, yakni sebanyak 52,2 persen telah memastikan, 22,1 persen belum tahu dan 21,6 persen menyatakan tidak.
Sedangkan, Apabila kondisi sudah tidak pandemi, sebanyak 82,5 persen menyatakan kepastian menggunakan hak pilihnya, kemudian 15 persen tidak pasti, dan 2,5 persen tidak menggunakan hak pilih.
Sebagai informasi, riset ini dilakukan SSC pada tanggal 19-24 November 2020 di 31 Kecamatan di Surabaya. Responden yang digunakan sebanyak 880 orang. Penelitian dilakukan dengan metode stratified multistage random sampling dengan margin of error lebih kurang 3.3 persen dan pada tingkat kepercayaan sebesar 95 persen. (Phaksy)







