GRESIK (RadarJatim.id) – Puluhan pemuda yang tergabung dalam Organisasi kemasyarakatan (Orkesmas) Gerakan Pemuda Nusantara (Genpatra) menggeruduk kantor Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Gresik, Kamis (20/10/2022). Mereka melakukan aksi demo di depan kantor di Kawasan Perumahan Bunder Asri Gresik itu karena kantor ATR/BPN Gresik diduga menjadi sarang mafia tanah, sehingga mengabaikan layanan yang seharusnya diberikan kepada masyarakat.
Tudingan itu di antaranya didasarkan pada kasus tanah milik Sueb Abdullah yang berlokasi di kawasan JIIPE Manyar. Tanah seluas 3,2 hektar itu telah diajukan sertifikatnya ke kantor ATR/BPN Gresik, tetapi hingga 6 tahun tidak kunjung selesai. Sejumlah bidang tanah yang telah diajukan penyertifikatannya juga mengalami nasin yang sama.
Dalam aksinya, selain membentangkan spanduk tuntutan, mereka juga berorasi secara bergantian. Aksi ini mereka klaim sebagai bentuk bentuk keprihatinan adanya indikasi praktik mafia tanah yang ada di Kabupaten Gresik, terutama di kantor ATR/BPN. Belum lagi adanya keluhan masyarakat terkait buruknya pelayanan kantor itu yang terkesan menghambat terbitnya sertifikat tanah. Aksi yang dilakukan puluhan pemuda ini sesuai dengan keinginan Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto yang ingin memberantas mafia tanah sampai ke akar-akarnyanya.
“ATR/BPN Gresik ini telah dikuasai dan menjadi sarang mafia tanah. Dan, hari ini kami sebagai Orkemas akan membantu masyarakat yang jadi korban mafia tanah. Kami akan menginap di halaman BPN ini dan terus berorasi jika tidak segera dikeluarkan sertifikatnya,” teriak Ali Candi di depan kantor ATR/BPN, Kamis (20/10/2022) siang.
Ditegaskan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah berkali-kali mengimbau kepada Kementerian ATR/BPN agar menutup rapat-rapat celah beroperasinya mafia tanah. Tetapi, lanjut Ali, ternyata kantor ATR/BPN Gresik tidak menggubris imbauan Presiden Jokowi dan justru tunduk pada mafia tanah.
“Kami hanya berkepentingan membantu warga, siapa pun yang menjadi korban mafia tanah. Kami siap membantu. Karena ini sudah jadi komitmen pemerintah sesuai instruksi presiden yang akan menindak tegas mafia tanah. Tapi faktanya kantor ATR/BPN Gresik justru dikuasai mafia tanah,” tandasnya.
Totok Santoso, SH, konsultan hukum Genpatra yang mendampingi aksi demo itu yakin, banyak sertifikat yang diajukan tersandera di kantor ATR/BPN akibat permainan dan ulah mafia tanah. Hal ini didasarkan pada banyaknya warga yang minta bantuan kepada Genpatra agar sertifikat tanahnya segera diselesaikan. Saat ini ada 12 bidang tanah milik 12 warga yang ditanganinya.
“Kami ke sini dengan maksud agar mafia tanah yang bercokol dan mengendalikan pelayanan masyarakat yang jelas-jelas menghambat. Tetapi, ketika masyarakat minta menghadap ke kepala BPN, selalu menghindar,” ujarnya.
Selengkapnya ada 5 tuntutan yang disampaikan Genpatra. Kelimanya adalah:
- Berantas mafia tanah yang bercokol di kantor ATR/BPN Gresik.
- Usut dan adili oknum yang bekerja atas perintah mafia tanah.
- Turunkan dan ganti pimpinan kantor ATR/BPN Gresik.
- Segera keluarkan sertifikat milik masyarakat yang sengaja dihambat demi kepentingan mafia tanah.
- Audit penggunaan dana program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap).
Dalam aksinya, mereka sedianya bermaksud menemui Kepala Kantor ATR/BPN Gresik Asep Heri. Namun, yang bersangkutan tengah ada acara di Kantor Kementerian ATR/BPN di Jakarta. Mereka lalu ditemui Kasi Pengadaan Tanah Kantor ATR/BPN Gresik, Dading Kusuma dan beberapa staf kantor tersebut.
Kepada awak media yang menemuinya seusai pertemuan dengan perwakilan Genpatra, Dading Kusuma mengatakan, pihaknya berterima kasih atas koreksi dan masukan masyarakat terkait layanan, termasuk yang kini dilakukan oleh Genpatra, demi kebaikan bersama. Namun, terhadap yang dilakukan Genpatra, ia mengaku masih perlu melakukan koordinasi, khususnya terkait data dan objek tanah yang dimohonkan penyertifikatannya.
“Alhamdulillah, tadi sudah ketemu dan saling membuka data dan memberikan masukan. Insya Allah beres. Kami memang butuh masukan dari siapa pun, termasuk Njenengan semua untuk perbaikan layanan,” katanya.
Dading mengatakan, belum ada keseuaian data luas lahan yang kini dipermasalahkan. Menurut dia, data tanah yang dimohonkan untuk sertifikasi adalah 2,4 hektar, sementara gambar ditunjukkan 3,4 hektar. Perbedaan data dengan selisih 1 hektar itu, perlu dikoordinasikan kembali untuk mencari kesesuaian yang pas.
“Selisih 1 hektar itu kan buanyak sekali, itu berapa uangnya. Karena itu, perlu terus dikoordinasikan. Kami tidak berpihak ke mana atau ke siapa. Yang pasti, memang perlu ada koordinasikan lagi biar sinkron,” tandas Dading. (sto)
