GRESIK (RadarJatim.id) – Pengusutan kasus pernikahan seorang pria dengan seekor kambing di Desa Jogodalu, Kec. Benjeng, Gresik, Minggu (5/6/2022) lalu terus bergulir. Kali ini, Polres Gresik mulai melakukan proses penyelidikan (lidik) perkawinan nyeleneh di Pesanggrahan Keramat itu dengan memintai keterangan para saksi pelapor,
Sebanyak empat elemen masyarakat yang telah melapor ke Polres Gresik mulai menjalani pemeriksaan di Unit Pidana Umum (Pidum) Satreskrim Polres Gresik, Jumat (10/6/2022). Pemeriksaan dimulai pukul 16.00 hingga 19.30. Empat elemen itu diantaranya Aliansi Warga Cerdas (WC) Gresik , Aliansi Masyarakat Peduli Gresik (AMPG) dan Gerakan Pemuda (GP) Ansor Gresik.
Empat orang penyidik Pidum Satreskrim Polres Gresik disiapkan untuk menggali keterangan dari empat elemen yang melaporkan perbuatan yang oleh Kantor Kementerian Agama (Kemenag) dan MUI Gresik “divonis” sebagai tindakan penistaan atau penodaan agama itu. Masing-masing penyidik memeriksa satu orang pelapor.
Pertanyaan yang diajukan penyidik Pidum Satreskrim Polres Gresik masih seputar data awal. Di antaranya, barang bukti video berasal dari mana, juga siapa saja orang yang terlibat dalam video tersebut. Hampir semua saksi pelapor mengaku mengenal identitas nama orang yang terlibat dalam perkawinan manusia dengan kambing betina bernama Sri Rahayu itu.
Dalam lidik Polres Gresik, nama-nama yang diadukan terlibat dalam produksi video –yang mereka akui hanya untuk konten medsos itu– sama dengan yang “disidang” oleh Komisi Fatwa MUI Gresik yang melibatkan empat organisasi keagamaan di Kabupaten Gresik itu. Keempat organisasi dimaksud adalah MUI Gresik, PCNU Gresik, PD Muhammadiyah Gresik, dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Gresik itu.
Sementara keempat orang yang terlibat dugaan penistaan atau penodaan agama sebagaimana pernyataan sikap Kantor Kementeria Agama dan MUI Gresik adalah: Empat orang yang diduga terlibat dalam perkawinan tak lazim sehingga menimbulkan banyak kecaman banyak pihak itu adalah pemilik Pesanggrahan Keramat “Ki Ageng” Nur Hudi Didin Ariyanto. Selain itu, pemeran pengantin pria Syaiful Arif, Kresna si penghulu pernikahan, dan Arif Syaifullah, pengelola Sanggar Cipta Alam yang juga pemilik akun media sosial (medsos) atau konten kreator.
Menurut perwakilan Aliansi WC Gresik Abdullah Syafii, pemanggilan dilakukan untuk memintai keterangan kepada para pengadu. Sebab, pihak kepolisian membutuhkan bukti sebagai dasar pengaduan agar bisa ditindaklanjuti.
“Kami diundang Polres Gresik untuk dimintai ketarangan terkait pengaduan kasus ritual pernikahan nyeleneh antara manusia dan kambing yang terjadi di Pesanggrahan Keramat di Desa Jogodalu, Kecamatan Benjeng, yang telah kita layangkan ke pihak kepolisian,” ujar Syafii, Sabtu (11/6/2022).
“Oleh pihak kepolisian, tak hanya dimintai keterangan tetapi juga diminta memberikan video atau dokumentasi ritual tersebut, untuk dijadikan dasar pengaduan,”imbuh Syafii yang juga pengacara itu.
Syafii menambahkan, selaku pengadu, pihaknya bersama tiga ormas lain, yang telah memberikan semua bukti rekaman video kepada pihak penyidik di Polres Gresik.
“Kami para pengadu, tadi sudah menyerahkan bukti berupa video terkait ritual pernikahan nyeleneh antara manusia dengan kambing kepada penyidik. Semoga ini bisa menjadi atensi serius Polres Gresik dalam menindaklanjuti kasus ini sampai tuntas,” ungkapnya.
Penyidik, katanya, telah menyiapkan pasal berlapis untuk para terduga pelaku yang terlibat dalam perkawinan manusia dengan kambing itu. Di antaranya, pasal 28 ayat (2) UU ITE serta Pasal 156 (a) KUHP.
Pasal 28 ayat (2) UU ITE berbunyi: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).“
Sementara pasal 156 (a) tertulis: Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalah-gunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
“Seluruh pihak yang terlibat atau hadir di lokasi kegiatan tersebut, bisa terkena sanksi pidana setidaknya 5 tahun,” tandas Syafii. (sto)







