GRESIK (RadarJatim.id) — Pengusutan dugaan pelanggaran etik anggota DPRD Gresik dari Fraksi NasDem, Nur Hudi Didin Arianto, yang kini berproses di Badan Kehormatan (BK) dewan belum mampu meredam amarah warga Desa Jogodalu, Kec. Benjeng, Gresik. Demikian juga penanganan dugaan tindak pidana penistaan agama di Polres Gresik terkait video berisi pernikahan manusia dengan sekor kambing itu, belum bisa menghapus kemarahan sebagian warga.
Ratusan warga Desa Jogodalu, Kecamatan Benjeng, Kabupaten Gresik menggelar unjuk rasa, Senin (13/6/2022). Mereka menuntut agar Pesanggrahan Keramat “Ki Ageng”, milik Nur Hudi yang menjadi lokasi prosesi penikahan nyeleneh itu ditutup.
Ratusan warga peserta aksi yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Desa Jogodalu mendatangi Pesanggrahan Keramat “Ki Ageng” milik Nur Hudi yang juga anggota DPRD Gresik Fraksi NasDem. Massa aksi melakukan long march sekitar 2 kilometer dari Balai Desa Jogodalu menuju Pesanggrahan.
Tampak massa aksi membawa spanduk besar bertuliskan ‘Menolak Pembodohan Pernikahan Manusia dengan Kambing’. Warga meminta tempat tersebut ditutup. Massa aksi juga menggelar istighosah dan doa bersama di depan Pesanggrahan Keramat.
Kordinator Lapangan Aksi, Wahyu Amrillah menyampaikan, prosesi penikahan tak lazim yang difasilitasi oleh anggota DPRD beserta para pengikutnya merupakan aksi yang membuat malu dan meresahkan warga Desa Jogodalu.
“Tutup dan bubarkan kegiatan di Pesanggrahan ini. Desa kami sekarang penuh kemusrikan. Karena tindakan orang yang tidak bertanggung jawab,” ucapnya sambil orasi, Senin (13/6/2022).
Menurutnya, warga Jogodalu meyakini, bahwa apa yang dilakukan kelompok Nur Hudi itu bukan konten media sosial, tapi ritual yang mereka anut. Hal tersebut tentu meresahkan warga Desa Jogodalu.
“Kalau konten kita tidak akan aksi,” katanya menegaskan.
Pihaknya mengecam tindakan pembodohan pernikahan manusia dengan kambing. Hal tersebut dinilai tidak sesuai dengan adat dan agama yang berlaku di Desa Jogodalu.
Kendati tidak ada perwakilan dan pemilik pesanggrahan yang menemui, para peserta aksi tetap menyampaikan tuntutan penutupan pesangrahan tersebut. Massa aksi lalu membubarkan diri dengan menempelkan spanduk di pintu gerbang masuk pesanggrahan sebagai jejak protes dan penolakan aktivitas yang dilakukan di lokasi tersebut.
“Kami berikan waktu 2 X 24 jam untuk permintaan maaf kepada masyarakat Jogodalu. Jika yang bersangkutan (Nur Hudi Didin Arianto, Red) tidak minta maaf kepada kami atau datang ke kami (warga Desa Jogodalu), maka kami akan lakukan unjuk rasa kembali dengan membawa massa lebih banyak lagi,” tegasnya.
Plt Camat Benjeng Siti Sulichah mengatakan, maksud dan tujuan aksi oleh warga Desa Jogodalu hanya ingin desanya terhindar dari ajaran yang dinilai menyimpang agama.
“Apalagi di desa setempat, agama Islam sangat kental sekali bahkan dikenal masyarakat religius. Semoga ini menjadi kasus terakhir di Jogodalu,” katanya, Senin (13/6/2022).
Menurutnya, selama ini pihaknya juga melakukan koordinasi untuk kelanjutan kasus ini. Bahkan, katanya, proses humuk sedang ditangani oleh Polres Gresik.
“Tempat ini penghuninya bukan orang asli sini. Masyarakat Jogodalu tidak terima. Hingga saat ini belum komunikasi pihak pesanggrahan bersama warga,” jelasnya seraya berharap agar Nur Hudi cs bisa langsung datang ke Balai Desa dengan itikad baik kepada warga Desa Jogodalu.
Sementara itu, Kepala Desa Jogodalu Juwaiminingsih menceritakan, mayoritas warga di desanya sangat resah dengan kejadian tersebut. Pihaknya juga tidak dapat pemberitahuan terkait kegiatan ngunduh mantu pernikahan manusia dengan kambing.
“Waktu acara juga tidak ada pemberitahuan dan tidak diundang,” ujarnya kepada awak media. (maz)







