Oleh Anang Prasetyo
“Bisa dikatakan, bahwa pendidikan anak merupakan investasi kultural yang penting. Akan tetapi, pelaksanaannya tidak selalu seideal yang bisa dibayangkan.”
Tak banyak pelukis anak yang “menggelora” dalam warna-warni lukisannya. Sebab, anak-anak –yang pada gambar awalnya– polos dan genuine itu, begitu penuh dengan dinamika jiwa rupa warna khas anak. Namun, tatkala memasuki ruang kelas di sekolah, akhirnya punahlah rupa jiwa karya lukisnya. Atau, jika dimasukkan ke dalam sanggar lukis, maka punah pula ciri khasnya, karena menjadi “terjajah” oleh gaya guru sanggar lukisnya.
Sebab, banyak anak yang memiliki nilai estetika karya yang bagus menjadi hangus. Itu semua tatkala berhadapan dengan kelas bernama sekolah atau bahkan sanggar sekalipun. Artinya, dengan model pembelajaran guru yang out of date, kualitas gambarnya menjadi rusak, justru oleh pembelajaran gurunya di sekolah.
Azzahra Adiva termasuk beruntung, karena dia tidak termasuk di dalamnya. Azzahra dengan arahan yang tepat oleh orang tuanya yang demikian peduli dengan bakat putrinya, mengarahkan pembinaan kepada tangan yang tepat. Guru yang bernama Arik S. Wartono, tidak sekadar mengarahkan sesuai gambar polosnya Azzahra, namun lebih dari itu, dia mampu menjaga kepolosan itu dengan pengembangan yang dinamis.
Kepolosan gambar khas anak itu tetap terjaga dengan pengembangan warna, bentuk dan coretan yang benar-benar mengedepankan sebagaimana sinyalemen S. Soedjojono sebagai jiwo kethok .
Dalam konteks psikologi komunikasi, karya-karya lukisan Azzahra memiliki pesan nonverbal. Pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Fungsi metakomunikatif artinya memberikan informasi tambahan yang mempelajari maksud dan makna pesan (Jalaludin, 327 : 1988).
Dengan demikian, warna-warni dan bentuk imajinatif lukisan Azzahra, sesuai dengan apa yang dimaksud Ki Hadjar Dewantara, dalam Febrian Adinata, sebagai memiliki ” … kekayaan imajinasi dengan membayangkan masa depan, cita-cita serta gagasan tentang alam”.
Hal ini nampak demikian jelas tervisualkan dalam karya Azzahra: Ikan Pari Ungu dan Kawan-kawan (2025) berukuran 95×150 cm, yang bercerita tentang makhluk laut. Ubur-ubur, bintang laut, ikan pari dan aneka ikan-satwa laut yang seakan menari dengan penuh kegembiraan. Warna-warninya sangat kompleks.
Teknik yang Azzahra pakai juga demikian komplet. Ia demikian piawai memainkan kuasnya untuk ikut menari bergembira dan bersuka cita bersama makhluk penghuni dasar samudra. Seakan menambah keunikan karyanya, ada beberapa mata kail yang menjadi umpan namun tak satupun ikan yang mau melahapnya. Seakan menjadi pesan kuat agar kelestarian alam di lautan tetap terjaga.
Warnanya pun demikian dinamis. Azzahra tak memasukkan warna biru sebagai warna lautan, kecuali hanya sedikit saja. Ia justru memunculkan warna hijau cerah yang tampak. Seolah membawa kesan, bahwa keasrian alam di daratan juga termanifestasikan di dalam lautan.
Cahaya Diva
Saya jadi teringat dengan perkataan guru saya, Simbah Emha Ainun Nadjib, 18 Maret 2019. Beliau mengatakan: “Kalau dari dalam jiwamu tak ada ruang seni rupa dan lalu-lalang keindahan, maka kebenaran yang kau miliki akan berhenti sebagai materi dan kebaikanmu akan beku terkurung dalam kotak-kotak lembaga. Keindahan itu letaknya di atas ilmu dan moral. Kalau kau rajin melatih rasa keindahan dengan karya-karya seni rupa, sastra, serta karya-karya kelembutan lainnya, maka energi batinmu akan mencapai cahaya”.
Pada gilirannya, jika melihat karya-karya Diva, seakan kita melihat cahaya yang berpendaran. Coba lihat karya-karyanya yang berjudul Masjid Malam (2025), Belajar dan Bermain (2025), Pagi di Sawah (2025), Peri-peri Es Krim (2025), Cerita Tentang Rasi Bintang Kucing (2025), dan beberapa lainnya. Hampir semuanya berbicara mengenai cahaya. Sehingga, energi batin Diva seolah berbicara dengan cahaya. Persis seperti yang menjadi sinyalemen Mbah Nun di atas.
Maka, tak berlebihan kiranya, jika dinarasikan lebih mendalam, Azzahra sesungguhnya adalah pelukis anak yang bersinar terang. Cahaya yang terang benderang, padhang njingglang penuh cahaya gemerlapan.
Walhasil, Azzahra sang Diva pelukis cilik ini semoga kelak bisa tumbuh menjadi Diva pelukis Indonesia, bahkan dunia. Sesuai dengan namanya!
Maka, jika Azzahra Adiva berpameran tunggal di Galeri Merah Putih Balai Pemuda Surabaya, 26-31 Juli 2025, teramat eman dan sayang jika melewatkan “konser” warna-warni dan pesan makna mendalam dari Sang Diva Rupa yang bercahaya!
Azzahra Adiva …!
Tulungagung, 22 Juli 2025
*) Anang Prasetyo, Guru dan pelukis, Pembina Komunitas Padhang Njingglang, penulis buku ‘Menggambar dengan Memori Bahagia’.







