Oleh WIWIT DWI WAHYU
Media sosial (Medsos) di era milineal ini memiliki ruang spesial bagi sebagian kehidupan masyarakat. Di lansir dari laman (website) Kemeninfo,“Pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 63 juta orang. Dari angka tersebut, 95 persennya menggunakan internet untuk mengakses jejaring sosial.
Direktur Pelayanan Informasi Internasional, Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP), Selamatta Sembiring, mengatakan, situs jejaring sosial yang paling banyak diakses adalah Facebook dan Twitter. Indonesia menempati peringkat 4 pengguna Facebook setelah USA, Brazil, dan India.
Data tersebut menjadi perhatian publik dan menarik untuk dicermati. Pasalnya, hampir semua elemen masyarakat, mulai dari anak-anak. remaja, orang dewasa, bahkan para kakek-nenek pun gemar berselancar di dunia maya dengan fasilitas internet. Mereka aktif di dunia maya hanya sekedar scrool up informasi atau bahkan membagikan peristiwa yang terjadi di berbagai belahan dunia.
Data dari kompas.com menyebutkan, penguna media sosial hampir 75% diakses oleh masyarakat berusia 13-34 tahun. Hampir dua pertiga warga negara Indonesia sudah akrab dengan perangkat gadgetnya. Selain itu, hampir 87% manusia Indonesia akrab dengan media sosial mereka.
Ancaman Media Sosial
Tinggiya penggunaan media sosial, jika tak disikapi dengan bijak dan cermat, bisa berbuah tsunami informasi. Wujudnya, banyak informasi yang berkeliaran di ranah publik yang tersaji tidak kredibel dan tidak valid. Bahkan, tak jarang informasi yang dikonsumsi publik masuk kategori sampah yang tidak saja tidak bermanfaat, tetapi juga berpotensi merusak perkembangan kejiwaan pembacanya.
Jika dilihat dari struktur masyrakat, hampir 60% tidak paham tentang keaslian sumber berita dan informasinya, sehingga isu-isu hoaks tak bisa dihindari. Demikian juga informasi yang mengundang permusuhan, adu domba, memfirnah, merusak persatuan dan kesatuan, hingga isu SARA (Suku Agama dan Ras) juga dalam ruang-ruang publik dan dengan mudahnya di-share atau viralkan.
Itu semua mesti mendapat perhatian secara seksama, karena berpotensi menciptakan keretakan dalam upaya membina kerukunan masyarakat dan mengancam tatanan berbangsa dan bernegeara. Jika tidak, situasi gaduh pun selalu mewarnai kehidupan masyarakat.
Hingga menjelang akhir tahun 2020 ini, banyak sekali pengaduan terkait ujaran kebencian, pencemaran nama baik, dan ribuan kasus tentang hujatan di media sosial. Hal ini menjadi pembahasan dan pelajaran berharga bagi kita bersama.Kehidupan di media sosial harus benar-benar di kontrol dengan baik agar tercipta iklim dan suasana yang teduh.
Kita kerap menjumpai di Instagram, Facebook, dan Twitter yang memuat akun salah seorang petinggi negara mendaptkan komentar yang miris dan menyesakkan dada dari netizen, karena telah menafikan adab, tata kesopananm atau unggah-ungguh dan sejenisnya. Hal ini akan menjadi fatal bila komentar itu tidak faktual dan tanpa argumen yang kuat dan rasional. Sebab, ketika komentar tersebut dibagikan dan viral, maka hal ini akan menjadi pembenaran sepihak. Semakin fatal lagi bila ada pihak yang tak sependapat dengan informasi tersebut lalu menarik ke ranah hukum dengan melaporkanya sebagai ujaran kebencian ke aparat kepolisian.
Bijak Bermedia Sosial
Menciptakan iklim bermedia sosial yang bijak menjadi sebuah kewajiban bagi semua elemen masyarakat. Hal ini agar iklim kehidupan dunia maya menjadi tenang dan nyaman bagi penggunanya. Cara menciptakakan iklim bermedsos yang bijak, yakni dengan tidak membagikan informasi yang bersifat pribadi dan sentitif. Sebab, ketika kita share data pribadi di dunia maya, maka mempermudah pihak yang berniat jahat untuk melancarkan aksinya.
Selanjutnya, berhati-hatilah memilih teman di media sosial. Usahakan memilih teman di media sosial yang benar-benar kita kenal. Hal ini untuk mengurangi potensi tindakan kejahatan yang merugikan kita.
Ketiga, periksalah kembali konten atau berita yang akan kita bagikan. Di era media sosial, ada ratusan hingga ribuan konten informasi yang masuk silih berganti yang kebenarannya belum teruji, sehingga masih perlu adanya mengecek kembali sumber dan akurasi beritanya. Berita atau informasi yang akan kita share haruslah benar-benar valid dan memberikan manfaat kepada khalayak pembacanya. Ketika berita yang kita share ternyata hoaks dan mengancam kerukunan masyarakat, risikonya akan berhadapan dengan aparat penegak hukum.
Media sosial memang seperti pisau bermata dua. Satu sisi ia akan memberikan manfaat karena beragam informasi bisa diperoleh secara cepat. Sebaliknya, akan menjadi blunder bagi pelaku dan pihak lain jika kurang hati-hati dan bijak menyikapinya, ia akan berubah menjadi tsunami informasi yang merugikan. (*)
*) Penulis adalah Guru SMA Muhammadiyah 1 Gresik, Jawa Timur.







