BANYUWANGI – DPRD Banyuwangi kembali menggelar rapat paripurna.
Kali ini, pemimpin rapat paripurna adalah Wakil Ketua DPRD Banyuwangi Michael Edy Hariyanto.
Rapat paripurna itu dihadiri puluhan anggota dewan lintas fraksi.
Sekretaris Daerah (Sekda) Banyuwangi H Mujiono hadir pula mewakili Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani yang masih melaksanakan ibadah haji. Para asisten, jajaran kepala SKPD, camat dan lurah juga nampak.
Rapat paripurna ini dengan agenda mendengarkan pendapat Bupati Banyuwangi terhadap nota penjelasan dua raperda inisiatif dewan.
Dua raperda inisiatif dewan itu yakni Raperda PIP (Pembinaan Ideologi Pancasila) dan Raperda P3D (Perlindungan dan Pengembangan Produk Unggulan Daerah).
H Mujiono yang membacakan pendapat Bupati Banyuwangi menyampaikan apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas usaha dan kerja keras pimpinan, anggota dan seluruh alat kelengkapan dewan sehingga Raperda PIP dan Raperda P3D dapat disusun secara cermat.
”Pada dasarnya eksekutif memiliki kesepahaman dan sependapat dengan substansi yang diatur dalam kedua rancangan peraturan daerah inisiatif dewan,” ujar Sekda Banyuwangi.
Terhadap Raperda P3D itu eksekutif mengusulkan penambahan dasar hukum yaitu, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang–undangan sebagaimana telah diubah dua kali yang terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang–undangan.
Kemudian ada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang pembentukan produk hukum daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang pembentukan produk hukum daerah.
“Eksekutif mengusulkan agar menambahkan BAB tentang ruang lingkup untuk mempermudah pengelompokan materi muatan dalam raperda,” tambah H Mujiono.
Terkait Raperda PIP, sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang–undangan sebagaimana telah diubah dua kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022, pada prinsipnya pokok pikiran pada konsideran peraturan daerah memuat unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis.
“Unsur yuridis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat,” jelas H Mujiono.
Eksekutif mengusulkan pada konsideran menimbang huruf c dan huruf d untuk ditinjau kembali karena tidak ada amanah dan pendelegasian dari Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah sebagaimana telah diubah dua kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 dan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018 tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila untuk membentuk peraturan daerah.
“Hal-hal penting lainnya yang bersifat teknis redaksional akan kami sampaikan untuk didiskusikan pada saat pembahasan bersama Pansus DPRD,” tambahnya.***