SURABAYA (Radarjatim.id) – Gegara palsukan surat izin cerai, Koptu Bah Adi Purnomo Wijaya (42) yang berdinas di Lantamal V Surabaya menghadapi sidang kasus ketiga di Pengadilan Militer III-12 Surabaya.
Dalam sidang tuntutan, seorang oknum anggota TNI AL ini dituntut hukuman 10 bulan penjara oleh oditur militer. Untuk diketahui, sebelumnya oknum TNI ini juga sudah dua kali divonis bersalah. Yaitu, kasus KDRT tahun 2020, divonis 11 bulan dan tahun 2021 kasus nikah ganda divonis 8 bulan penjara. Semuanya di tindak di Pengadilan Militer III-12 Surabaya.
Kasus ketiga yang dihadapi Koptu Bah Adi Purnomo Wijaya (BAPW) adalah pemalsuan surat izin cerai. Atas perbuatannya tersebut, terdakwa dituntut hukuman 10 bulan penjara oleh oditur militer Kapten Putri Dewi Ayu Amarylis.
“Terdakwa didakwa Pasal 263 (2) KUHPM, akibat pemalsuan dokumen surat izin cerai dimaksud menimbulkan kerugian atas korban,” kata Kapten Putri Dewi.
Hendrayanto, Kuasa hukum korban Djauharatul Insijah mengatakan, tuntutan oditur militer itu sangat ringan. Padahal anggota TNI yang sudah dijatuhi pidana lebih dari dua kali oleh pengadilan dan berkekuatan hukum tetap, seharusnya diberhentikan tidak dengan hormat dari kedinasan.
“Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit TNI di pasal 53 dijelaskan bahwa prajurit TNI dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari kedinasan, karena alasan mempunyai tabiat dan/atau perbuatan yang nyata-nyata dapat merugikan disiplin keprajuritan atau TNI, dan dijatuhi pidana lebih dari dua kali berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,” kata Hendrayanto.
Hendrayanto juga kecewa dengan hal yang meringankan terdakwa karena ada surat permohonan dari kesatuannya berdinas. Padahal perbuatan terdakwa sesuai fakta pengadilan jelas-jelas mencoreng institusi TNI AL.
Korban Djauharatul Insijah juga mengaku tidak terima dengan tuntutan oditur militer. Dia berharap proses hukum pada terdakwa bisa berjalan objektif dan berkeadilan.
“Terdakwa ini kan sudah berulang kali melakukan kesalahan dan itu fatal semua, tapi kok kesannya masih dilindungi terus, mohon maaf saya orang awam masalah hukum, kok dari kedinasan terkesan menutup-nutupi,” kata Djauharatul Insijah. (R9)