GRESIK (RadarJatim.id) — Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas Gresik (LKBH Unigres) siap mengawal proses penanganan kasus video viral pernikahan manusia dengan seekor kambing di Desa Jogodalu, Kec. Benjeng, Gresik yang kini ditangani Polres Gresik. Bahkan, LKBH Unigres juga memastikan memberikan pendampingan hukum kepada para pelapor kasus tersebut hingga memasuki proses persidangan di pengadilan.
Kepastian itu terungkap dalam diskusi “Ngopi Hukum” yang digagas Fakultas Hukum Unigres di salah satu kafe di Gresik, Minggu (19/6/2022) malam. Diskusi gayeng yang juga menghadirkan para pelapor kasus pernikahan nyeleneh yang berlangsung di Pesanggrahan Keramat “Ki Ageng” milik anggota DPRD Gresik dari Fraksi NasDem, Nur Hudi Didin Arianto, 5 Juni 2022 itu dikawal langsung oleh pakar hukum yang juga Wakil Rektor 1 Unigres, Dr Suyanto, SH, MKn dan Kepala LKBH Unigres Mashudi, SH, MH.
Dua elemen masyarakat yang melaporkan kasus tersebut ke Polres Gresik, yakni Aliansi Masyarakat Peduli Gresik (AMPG) dan Informasi Dari Rakyat (IDR) dihadirkan dalam diskusi “Ngopi Hukum” ini. Dari AMPG diwakili Sekretarisnya, Mu’alim dan Humas Umi Khulsum. Sementara IDR langsung dihadiri ketuanya, Choirul Anam. Hadir juga sejumlah mahasiswa Fakultas Hukum Unigres dan para jurnalis Gresik.
“Bismillah, kami siap memberikan pendampingan hukum kepada para pelapor hingga proses hukum ini tuntas, karena kasus ini memang menjadi perhatian masyarakat, tidak hanya di Gresik tapi juga di Indonesia, bahkan luar negeri,” ungkap Suyanto yang secara teknis menugasi LKBH Unigres untuk melakukan pendampingan hukum kepada para pelapor.
Dua elemen masyarakat yang melaporkan kasus pernikahan tak lazim di Desa Jogodalu, Kec. Benjeng ke Polres Gresik itu, secara lisan –dalam diskusi “Ngopi Hukum” memang telah meminta Unigresi untuk melakukan pendampingan hukum. Seketika permintaan itu dikabulkan. Namun, Mashudi selaku “komandan” LKBH Unigres meminta para pelapor itu membuat permohonan resmi secara tertulis untuk memenuhi aspek legalnya.
“Seperti disampaikan Pak Wakil Rektor, kami siap memberikan pendampingan sampai tuntas. Namun, formalnya kami minta Cak Anam (Ketua IDR Choirul Anam, Red) dan AMPG menulis surat resmi ya kepada kami. Sekali lagi, kami siap,” tandas Mashudi.
Banyak hal dikaji dalam diskusi malam itu. Selain aspek hukum yang kini lagi berproses di Polres Gresik, kasus itu juga dibahas dalam perspektif Undang-undang ITE, sosial budaya, serta keagamaan. Demikian, pula strategi dan teknis yang perlu disiapkan untuk mengawal kasus tersebut hingga tuntas.
Terungkap pula dalam diskusi itu, para pelapor diminta terus mengawal proses hukum di Polres Gresik dengan meminta salinan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP). Pasalnya, para pelapor memang memiliki hak untuk menerima salinan SPDP yang dijadikan acuan tim penyidik untuk melakukan proses hukum di tingkat penyidikan.
“Kalau Kasatreskrim sudah menyatakan bahwa status kasus itu sudah ditingkatkan dari lidik (penyelidikan, Red) ke penyidikan, maka pelapor berhak menerima salinan SPDP-nya. Sebab, dalam penangangan suatu kasus, apalagi yang menyita perhatian masyarakat banyak, penyidik wajib menyerahkan salinan SPDP, tidak saja kepada jaksa penuntut umum (JPU), tetapi juga kepada pelapor dan terlapor,” papar Suyanto. (sto)







