BANYUWANGI, (RadarJatim.id) – Sungguh miris apa yang terjadi di Kampung Soponyono. Jangankan akses jalan, untuk kebutuhan air minum saja kurang memadai.
Andai tahu saja, Di wilayah selatan Kabupaten Banyuwangi, terdapat Kampung Soponyono yang menjadi bukti adanya daerah tertinggal.
Secara administratif, kampung ini masuk Dusun Gladak Kembar menaungi 2 (dua) rukun tetangga (RT) dalam (1) RW. Yakni, RT 27 dan 28, RW 05. Masuk Desa Purwoagung, Kecamatan Tegaldlimo.
Masyarakat setempat sangat mengharapkan adanya perbaikan jalan. Sebab, sudah 2 kali pergantian kepala desa, hingga hari ini tidak pernah tersentuh pembangunan.
“Terakhir jalan utama ke kampung kami di aspal jamannya Bu Ratna dan sampai sekarang belum pernah ada lagi,” kata Purnomo (60), tokoh masyarakat.
Mayoritas masyarakat, lanjutnya, berkerja sebagai petani, kalau pun ada yang menjadi nelayan hanya sebagian kecil saja.
“Di kampung sini banyak yang petani. Jadi kalau ditanya yang dibutuhkan apa pertama itu irigasi, pupuk juga iya,” ujar Pak Pur sapaannya.
Akses utama menuju kampung ini, ujarnya, melewati wilayah perkebunan dan persawahan. Dengan kondisi jalan rusak, sebagian jalan berkontur tanah bebatuan, dengan panjang sekitar 3-6 kilometer.
Sehingga hal itu menjadi kendala utama sehari-hari. Mulai ke sawah, sekolah, pasar, kantor desa hingga fasilitas kesehatan.
Seorang warga lainnya, Boiman (61) menceritakan pengalamannya yang cukup dramatis. Yang mana, anak perempuannya pernah melahirkan di dalam mobil sebelum sampai RSU Bhakti Mulia atau biasa disebut MMC Muncar.
“Dari sini kan jauh kalau ke MMC Muncar,” katanya menceritakan apa yang pernah dialami anak perempuannya sekitar 7 tahun yang lalu.
Sementara, salah seorang pemuda, Hermawan menyatakan, rata-rata pendidikan terakhir anak-anak di kampung tersebut tamatan SMP.
Sebab, kalau harus melanjutkan ke tingkat SMA jarak tempuhnya cukup jauh, ditambah dengan kondisi jalan yang rusak.
“Kalau musim hujan ya rata-rata meliburkan diri, mbolos lah. Sekolahnya kan jauh dan jalannya seperti itu,” katanya.
Bahkan, lanjutnya untuk keperluan rumah tangga mulai air minum pun susah karena harus mamakai air galon. Mengingat air tanah di daerah terpencil tersebut payau dan sedikit asin.
“Untuk minum saja saya beli air galon seharga Rp5 ribu cukup 2-3 hari. Kalau pas panas (terik) 3 hari bisa 2 galon,” Kariyadi, warga lainnya.
Sekedar diketahui, sejumlah mahasiswa ingin sekali melihat dan observasi Kampung Soponyono. Dia mengajak Gus Makki untuk membersamainya. (RJ10).