Oleh NUR HIDAYATI
Pendidikan itu keniscayaan. Ia merupakan fase yang harus dilewati oleh setiap manusia. Melalui Undang-undang (UU) RI Nomor 20 Tahun 2003 disampaikan, bahwa makna pendidikan sejatinya adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Namun, realita pendidikan di negeri ini kini berada pada masa yang tidak menentu. Oleh karena itu, solusi yang komprehensif untuk menanganinya, masyarakat diharapkan mampu mendapatkan fasilitas pendidikan yang layak dan terjangkau.
Permasalahan yang muncul dalam dunia pendidikan di Indonesia, di antaranya kurangnya pendidikan karakter yang diajarkan kepada peserta didik. Usaha menjadikan peserta didik untuk pandai saja tidak cukup. Bahkan, sekarang bermunculan fenomena banyak orang pandai namun tidak atau kurang bermartabat.
Fenomena tersebut tidak mungkin dihindari. Munculnya berbagai kasus sebagai bentuk menurunnya nilai-nilai moral yang dilakukan oleh anak-anak usia sekolah. Tak dapat dimungkiri telah terjadi berbagai tindakan, seperti tawuran antarpelajar, pencurian, bahkan pembunuhan, dan sebagainya.
Hal ini menunjukkan, bahwa pendidikan di negeri ini belum berhasil dalam membekali peserta didik menjadi pribadi-pribadi yang santun, menjunjung tinggi nilai-nilai tata krama, menghargai sebuah perbedaan, dan mampu menjadi contoh yang baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter merupakan proses kegiatan yang mengarah pada peningkatan kualitas pendidikan dan mengembangkan budi pekerti dan nilai-nilai moral yang selalu mengajarkan, membimbing, dan membina setiap peserta didik agar memiliki kompetensi intelektual, karaklter, dan keterampilan (Khan, 2010).
Dapat dijelaskan, bahwa pendidikan karakter merupakan pendekatan yang dilakukan secara langsung dengan memberikan pelajaran kepada peserta didik tentang pengetahuan moral dasar untuk mencegah mereka melakukan perilaku tidak bermoral atau membahayakan diri sendiri maupun orang lain.
Konsep pendidikan karakter tidak cukup hanya berupa teori-teori yang dicantumkan dalam sebuah dokumen, seperti dituangkan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) maupun modul ajar di sekolah/madrasah saja. Tetapi, dalam praktiknya perlu dinyatakan dalam sebuah pembiasaan yang dilaksanakan secara terus-menerus, serius, dan proporsional. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai bentuk dan menjadi kekuatan yang ideal.
Pendidikan karakter tidak akan terbentuk selama sistem yang dijalankan di sekolah/madrasah tidak ada keharmonisan antara orang tua, sekolah, dan masyarakat lingkungan di sekitarnya. Sebagai kunci keberhasilan dari semua program yang dicanangkan, sejatinya harus didukung adanya suatu kondisi yang dinamis, seimbang, dan keharmonisan, sehingga lingkungan yang diharapkan dapat tercipta dengan kondusif.
Selain itu, keberhasilan pendidikan karakter tentunya tidak lepas dari adanya unsur keteladanan dari seorang guru. Dalam konteks itu, guru adalah sosok yang menjadi panutan bagi seluruh peserta didik. Keberadaannya sebagai jantung pendidikan yang tidak bisa dimungkiri. Keberadaan seorang guru pun tidak hanya sekadar mengajar dan menyampaikan materi akademik di sekolah. Lebih dari itu, kehadirannya diharapkan mampu menyebarkan virus dan menanamkan nilai-nilai positif kepada seluruh peserta didik. Pada gilirannya keberadaan guru dapat memperkokoh dan membangun karakter peserta didik.
Berikut ada beberapa strategi sederhana yang dapat dilakukan oleh seorang guru dalam turut membangun karakter melalui pembiasaan di sekolah/madrasah.
1. Menanamkan karakter religius (melaksanakan salat Duha, hajat, berdoa sebelum dan sesudah belajar, mengucapkan salam jika bertemu teman dan guru dan sebagainya);
2. Menanamkan karakter cinta tanah air (melaksanakan upacara bendera, mengamalkan nilai-nilai Pancasila, mengikuti kegiatan ekstrakurikuler seperti paskibra, pramuka, dan sejenisnya);
3. Menjaga kebersihan dan menjaga lingkungan sekolah/madrasah (menanam, merawat dan membersikan tanaman dan sebagainya);
4. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menjadi seorang pemimpin (organisasi OSIS, pengurus kelas, kelompok kerja dan sebagainya);
5. Mengajarkan sopan santun (menaati tata tertib, berkata-kata yang baik, saling tolong menolong, dan sejenisnya).
Membangun karakter suatu bangsa bisa dimulai dari pendidikan yang berlangsung di sekolah/madrasah, maupun di pondok pesantren. Hal ini menjadi mutlak dan keberlangsungannya tidak bisa ditunda-tunda lagi. Dengan demikian guru dapat mengantarkan peserta didik menjadi generasi yang berkarakter, beradab, bermartabat, tangguh dan kuat kepribadiannya. (*)
*) Penulis adalah guru mata pelajaran Akidah Akhlak di MTsN 4 Sidoarjo, Jawa Timur.