Oleh NURBANI YUSUF
Rezim ini terlalu kuat, seperti gerbong tanpa pengawalan. Arus kekuasaan dihisap ke atas. Bisa saja kebijakan menjadi tidak berpihak. Sebab, rakyat tak lagi kuasa, bahkan untuk sekadar menetapkan harga terasi.
Lantas siapa pembela kepentingan rakyat bila dewan yang dibaptis mewakili rakyat, lalu berubah menjadi penguasa yang justru
memusuhinya. Dewan telah kehilangan nurani akal sehat dan gagal merasakan amanat rakyat. Sebab, dewan tak lagi mewakili rakyat, tetapi berubah membangun oligarki kekuasaan rezim. Ini soal besarnya.
Apakah ini soal sistem yang salah atau komitmen yang dikhianati? Tapi keduanya sudah cukup membuat kekuasaan menjadi amat culas, korup, dan zalim, siapa pun itu. Jadi siapa pun pemimpin rezimnya akan melakukan hal yang sama jika sistemnya tak segera diubah.
Kekuasaan abad gelap Eropa adalah praktik monarki dan oligarki yang korup, sebelum kemudian ambruk oleh gerakan demokrasi. Tapi dalam sistem demokrasi yang buruk, suara bisa dibeli dengan harga murah. Yang duduk di parlemen kebanyakan adalah orang-orang yang perutnya “lapar” dan sebagain lainnya sudah kehilangan nurani dan mati rasa terhadap keadilan dan empati kepada rakyatnya.
Setelah sekian lama tidur usai reformasi, kini mahaisiswa kembali bangkit, kembali kritis. Mahasiswa itu identik dengan perubahan. Dan, tentu saja dengan gerakan yang dipimpin oleh idealisme yang bening, bukan ambisi untuk berkuasa. Apalagi dikendalikan oleh agenda-agenda terselubung di belakang layar yang sarat kepentingan. Itu yang membedakan dengan gerakan lain meski besar dan bergelombang, tapi tak cukup bertaji untuk sekadar mengubah koma menjadi titik.
Fracois Ralaoum, penulis buku kawak menggambarkan, mahasiswa adalah gerakan amanat hati nurani rakyat. Mereka tidak memiliki agenda apa pun selain perubahan. Cakupan idealismenya amat kuat bahkan mengalahkan atribut almamater yang dikenakan.
Jadi, jangan melihat pada person, tetapi lihatlah mahasiwa sebagai sebuah kerumunan nurani rakyat. Lihatlah mereka sebagai pembawa aspirasi keinginan, kebutuhan bahkan kebahagiaan dan penderitaan rakyat. Bahkan, termasuk lampiasan marah, dendam, dan jengkel yang tertumpah. Gerakan mahasiswa adalah simbol nurani rakyat apakah tertindas saat dizalimi atau senang dan bahagianya.
Sebab itu, jangan menafikan gerakan mahasiwa. Di dalamnya terkandung amanat rakyat meski terkadang terlihat reaktif, bengal atau bahkan anarkis. Sebab, ia adalah cermin dari perasaan nurani rakyat yang terpendam kemudian tumpah ruah. Tangkap makna substantifnya meski kadang terlihat anarkis tapi sebenarnya membangun. Berbeda dengan penguasa yang kelihatanya membangun, padahal merusak. (*)
*) Penulis adalah dosen di Universitas Muhammadiyah Malang dan Penggerak Komunitas Padhang Makhsyar di Kota Batu.