GRESIK (RadarJatim.id) — Sabtu, 10 Februari 2024 merupakan hari lahirnya Madrasah Tsamrotul Ulum Tajungwidoro, Kecamatan Bungah, Gresik, Jawa Timur yang ke-68. Namun, karena bersamaan dengan hari raya Imlek, puncak acaranya dilaksanakan pada hari Minggu (11/2/2024).
Ini bentuk implementasi keberagaman dan toleransi dalam beragama. Adapun rangkaian acara pada peringatan harlah tahun ini diawali dengan khotmil Al-Quran oleh guru dan karyawan di lingkungan madrasah Tsamrotul Ulum, pada Januari lalu.
Pada Minggu (11/2/2024) acara peringatan hari lahir Madrasah Tsamrotul Ulum diawali dengan upacara bendera, potong tumpeng dan pelepasan balon ke udara. Dalam upacara peringatan harlah ke-68 ini berlangsung meriah, diikuti oleh semua unit yang ada di lingkungan Tsamrotul Ulum, mulai dari Kelompok bermain 74 Firdaus, Roudlotul Athfal 53, Madin dan MI, guru, karyawan, murid dan pengurus Tsamrotul Ulum, serta mahasiswa KKN dari STIT Raden Santri. Paguyuban wali murid juga tidak mau ketinggalan. Lebih meriah lagi ketika pelepasan 500 balon ke udara dengan diiringi lantunan sholawat Nabi.
Adapun yang bertindak menjadi Pembina Upacara dalam kegiatan harlah ke-68 Madrasah Tsamrotul Ulum tahun ini adalah cicit dari perintis dan cucu pendiri madrasah Tsamrotul Ulum. Dalam amanatnya Ustadz Muhammad As’ad Syamsul Arifin menceritakan tentang latar belakang pendidikan sang buyut (KH Ahyad, Red ) yang pernah nyantri langsung ke Mbah Kholil bin Abdul Latif, Mbah Faqih Maskumbang Dukun dan Hadrotul Syeikh KH Hasyim Asya’ari Tebuireng, Jombang.
Dikiahkan, yang mengantar KH Ahyad Kembali ke kampung Mengare adalah Mbah Hasyim Asy’ari sendiri dan beliau berpesan, “Tempatmu di sini Yat,” kata Mbah Hasyim sambil menunjuk pada mushola kecil yang dikenal oleh orang Mengare dengan sebutan langgar Dempok.
“Duduk bersilah saja di sini, para santri akan datang untuk belajar padamu,” lanjutnya.
Dari apa yang sampaikan oleh Mbah Hasyim tersebut, tidak lama kemudian datanglah beberapa orang untuk belajar pada KH Ahyad dan langgar Dempok menjadi tempat pembelajaran yang kemudian menjadi cikal bakal Madrasah Tsamrotul Ulum.
Semakin lama kegiatan KH Ahyad di langgar Dempok tidak hanya dikenal di Desa Tajungwidoro, namun meluas sampai ke desa tetangga, yaitu Watuagung dan Kramat. Santri semakin banyak, yang awalnya bentuk kegiatan pengajian sorogan menjadi kelasikan yang kemudian dikenal dengan Madrasah Langgar Dempok. Dalam perjalanannya madrasah ini kemudian diteruskan oleh menantu KH Ahyad, yakni bernama KH Mahfud Sholeh. Pada awalnya kegiatan pembelajaran dilaksanakan di Langgar Dempok dan rumah-rumah penduduk.
“Kemudian KH Mahfud Sholeh mengajak para tokoh masyarakat untuk memikirkan keberlanjutan Pendidikan putra-putri desa Tajungwidoro, khususnya dan Mengare umumnya, kemudian dihasilkan keputusan bersama untuk mendirikan madrasah yang kemudian diberi nama “Madrasah Tsamarotul ulum” yang merupakan cikal bakal MI Tsamrotul Ulum,” tandas Ustad As’ad, Minggu (11/2/2024).
Setelah upacara selesai, acara dilanjutkan potong tumpeng dan pelepasan 500 balon ke udara sebagai isyarah pemberantasan kebodohan dan ketertinggalan, serta menggantungkan cita-cita setinggi-tingginya demi masa depan. Kemudian dilanjutkan dengan acara kirim doa dan istighosah yang diawali dengan tawasulan, pembacaan sholawat nabi, tahlil dan doa bersama, serta ngaji sejarah berdirinya Madrasah Tsamrotul Ulum.
Dalam sambutannya Ustadz Muhammad Mahalli selaku koordinator pelaksana kegiatan harlah ke-68 Madrasah Tsamrotul Ulum ini menyampaikan ucapan terima kasih atas perhatian dan kehadiran pengurus/komite, dewan guru, dan tenaga pendidikan di lingkungan Tsamrotul Ulum dan mahasiswa KKN dari STIT Raden Santri Gresik, serta paguyuban wali murid.
“Kegiatan ini diperingati dalam rangka mengingat kembali perjuangan dan cita-cita mulia dari pendiri madrasah ini yang kepingin mencerdaskan, meningkatkan pendidikan masyarakat Tajungwidoro agar tidak ketinggalan dengan masyarakat yang ada di luar tajungwidoro,” jelas Pak Mahalli. (maz)







