Oleh Samsul Arifin,S.E. – Penyuluh Pajak Kanwil DJP Jawa Timur I
SURABAYA (RadarJatim.id) Pemerintah telah memberlakukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.03/2022, Wajib Pajak dapat menggunakan NIK sebagai NPWP mulai 14 Juli 2022 dan akan berlaku sepenuhnya 1 Januari 2024.
Peraturan Menteri Keuangan tersebut memberikan kepastian hukum dalam penggunaan NIK sebagai NPWP karena ketentuan tersebut telah diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (selanjutnya disebut UU HPP). Latar belakang dari pemberlakuan NIK sebagai NPWP dalam PMK-112 adalah memberikan keadilan, kepastian hukum, memberikan kesetaraan serta mewujudkan administrasi perpajakan yang efektif dan efisien dan mendukung kebijakan satu data indonesia.
Dalam Penjelasan UU HPP, NPWP merupakan sarana dalam administrasi perpajakan yang digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak. Oleh karena itu, kepada setiap wajib pajak hanya diberikan satu NPWP. Selain itu NPWP juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan, dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, wajib pajak diwajibkan mencantumkan NPWP yang dimiliki.
Pasal 1 point 12 UU No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menyebutkan bahwa Nomor Induk Kependudukan (NIK) adalah nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai Penduduk Indonesia. NPWP dan NIK mempunyai fungsi yang sama yaitu sebagai identas diri maka pemberlakuan NIK sebagai NPWP memberikan kemudahan administrasi bagi wajib pajak yang akan melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan.
Sebagai contoh ketika masyarakat mendaftarkan Nomor Induk Berusaha (NIB) melalui Online Single Submission (OSS) dipersyaratkan KTP dan NPWP, dengan berlakunya NIK sebagai NPWP maka masyarakat hanya perlu melakukan aktivasi NIK sebagai NPWP tanpa perlu mendapatkan Nomor baru melalui pendaftaran NPWP, satu nomor untuk keperluan kependudukan dan perpajakan.
Yang perlu menjadi pemahaman adalah dengan ketentuan NIK sebagai NPWP tidak serta merta semua warga negara yang mempunyai NIK kemudian berkewajiban membayar pajak penghasilan, secara prinsip bahwa NIK maupun NPWP adalah berfungsi sebagai identitas namun kewajiban membayar pajak akan ditentukan oleh keadaan subjektif dan objektif dari wajib pajak.
Syarat subjektif adalah persyaratan bagi subjek pajak dalam UU Pajak Penghasilan (PPh) sedangkan syarat objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/atau pemungutan sesuai UU PPh. Secara umum penghitungan pajak penghasilan adalah penghasilan bersih wajib pajak (penghasilan kotor setelah dikurangi biaya-biaya yang diperbolehkan) dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) baru dikenakan tarif progresif PPh.
Tarif progresif 5% sampai dengan 35% artinya semakin besar penghasilan kena pajak maka semakin besar pula tarif PPh yang harus dikenakan. Di dalam UU HPP juga sejak tahun 2022 untuk Wajib Pajak Orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu (UMKM) diberikan pembebasan dari pembayaran PPh atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000,-
Adam Smith dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations (atau lebih dikenal dengan Wealth of Nations) mengemukakan azas pemungutan pajak yang dinamai The Four Maxims . Pertama adalah Equality. Pembagian tekanan pajak di antara subjek pajak masing-masing hendaknya dilakukan seimbang atau sesuai dengan kemampuanya. Yang kedua, Certainty. Pajak yang dibayar seseorang harus terang (certain) dan tidak mengenal kompromis (not arbitrary).
Ketiga, Convenience of payment, bahwa pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi para wajib pajak, yaitu saat sedekat-dekatnya dengan detik diterimanya penghasilan yang bersangkutan. Dan yang keempat adalah Economy in collection. Asas efisiensi ini menetapkan bahwa pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat-hematnya, jangan sekali-kali biaya pemungutan melebihi pemasukan pajaknya.
Pemberlakuan NIK sebagai NPWP akan mewujudkan keadilan beban pembayaran pajak. Penerimaan Perpajakan merupakan salah satu pilar penerimaan dalam APBN, penerimaaan perpajakan harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara, secara nominal dari tahun ke tahun jumlah penerimaan pajak senantiasa meningkat seiring dengan peningkatan target pendapatan negara. Dalam APBN Tahun 2022 untuk memenuhi Belanja Negara Rp 3.106,4T Pendapatan Negara ditargetkan sebesar Rp2.266,2T dengan penerimaan perpajakan sebesar Rp1.784,0T atau sebesar 78,72% dari jumlah pendapatan negara.
Dalam menghimpun penerimaan pajak perlu upaya ekstra dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) karena Indonesia menganut sistem perpajakan self assessment, sistem ini memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya secara mandiri dan sukarela mulai dari mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP, menghitung pajak terutang, melakukan pembayaran di Bank/Kantor Pos dan melaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT).
Besarnya pajak terutang tidak tergantung pada adanya ketetapan pajak, penerbitan surat ketetapan pajak hanya terbatas kepada wajib pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena DJP menemukan data dan/atau informasi yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak. Dalam menjalankan tugasnya memenuhi target penerimaan pajak, DJP menghimpun data dan/atau informasi yang digunakan sebagai bahan analisis untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.03/2017 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi Serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi Yang Berkaitan dengan Perpajakan terdapat 69 Instansi, Lembaga, Asosiasi dan Pihak Lain (ILAP) dengan 337 jenis data yang meliputi data transaksi, data identitas, data perijinan, dan data yang sifatnya nontransaksional diperoleh dan digunakan Direktorat Jenderal Pajak untuk menggali potensi perpajakan, membangun basis data, dan analisa potensi dan risiko.
Selain itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017, DJP berwenang mendapatkan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dari Lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnnya dan/atau entitas lain yang wajib menyampaikan kepada DJP sebagai tindak lanjut komitmen Indonesia untuk mengimplementasikan Automatic Exchange of Information (AEOI) sehingga DJP memiliki informasi keuangan Wajib Pajak paling sedikit memuat Identitas pemegang rekening keuangan,
Nomor rekening keuangan, Identitas lembaga jasa keuangan, Saldo atau nilai rekening keuangan, dan Penghasilan yang terkait dengan rekening keuangan. Penggunaan NIK sebagai NPWP akan mempermudah DJP melakukan pengawasan, dengan ketentuan ini data dari ILAP dan AEOI dapat disandingkan dengan laporan Wajib Pajak. Matching data lebih mudah dilakukan karena saat mengumpulkan data dari manapun akan melekat pada 1 NIK.
Kesimpulannya adalah Penggunaan NIK sebagai NPWP bertujuan untuk kemudahan administrasi perpajakan dengan penggunaan single identity number, kewajibanpembayaran pajak bagi warga negara tetap bagi yang memenuhi syarat subjektif dan objektif tidak pada kepemilikan NIK. Dilain sisi penggunaan NIK sebagai NPWP dapat mewujudkan keadilan beban pembayaran pajak, pajak yang akan digunakan untuk pembangunan dan perlindungan sosial harus dibayarkan oleh warga negara yang secara subjektif dan objektif berkewajiban membayar pajak, para pengemplang pajak atau free ryder yang selama ini menikmati fasilitas negara yang didanai oleh pembayaran pajak namun tidak membayar pajak meskipun seharusnya sesuai ketentuan harus membayar tidak bisa lari lagi karena data dan/atau informasi yang dihimpun DJP semakin mudah dilakukan matching dengan pelaporan wajib pajak dalam SPT.
Pada akhirnya NIK sebagai NPWP akan menempatkan Pajak sebagai wujud gotong royong membangun Negeri dengan membayar pajak sesuai daya pikul masing – masing warga negara. DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA Pajak Kuat Indonesia Maju.
*)Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.