Oleh Eka Ilmiyatun Nisa*
Perempuan sering menjadi korban utama kekerasan dan pelecehan seksual. Pelecehan seksual dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, tanpa memandang tempat dan waktu. Karena itu, negara kita mengalami darurat ruang aman bagi perempuan.
Menurut data pada laman Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, di Indonesia sejak Januari hingga pekan pertama Maret 2024 ini, terdapat tindak kekerasan sebanyak 3.392 kasus, dengan presentase jumlah kasus perempuan lebih banyak, yakni 2.980 kasus. Dari berbagai jenis kekerasan yang dialami korban, rata-rata yang dilaporkan terkait fisik, psikis, dan seksual.
Banyaknya perempuan yang mengalami kekerasan seksual, menjadikan jenis kekerasan ini paling banyak dilaporkan, menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Rasanya juga masih banyak kasus yang tidak masuk perhitungan, karena keterbatasan bahkan kurangnya kekuatan atau keberanian korban untuk menyuarakan apa yang mereka alami.
Semakin banyaknya kasus yang terjadi merupakan hal yang sangat memprihatinkan. Saat ini, setiap tempat bisa menjadi tempat terjadinya pelecehan seksual, baik itu tempat umum, kendaraan umum, sekolah, tempat kerja, pesantren, tempat ibadah, bahkan di rumah sendiri. Tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari, pelecehan seksual juga dapat terjadi di dunia maya. Saat ini, media sosial dapat menjadi tempat kasus pelecehan seksual itu terjadi.
Di mana seharusnya para perempuan merasa aman dan tidak terancam oleh kejahatan seksual itu? Pertanyaan ini masih belum dapat dijawab dengan pasti. Oleh karena itu, hal ini menjadi sangat urgent untuk disikapi dan dicarikan solusinya.
Menurut Komnas Perempuan, pelecehan seksual adalah tindakan yang memiliki unsur seksual, baik melalui sentuhan fisik maupun tanpa sentuhan langsung. Tindakan ini umumnya ditujukan pada bagian tubuh atau area seksual seseorang. Kenyataannya, ada beragam tindakan yang termasuk dalam kategori ini, mulai dari siulan, main mata, memperlihatkan materi berbau pornografi, gerakan tubuh yang berkonotasi seksual, hingga komentar dan perkataan yang memiliki unsur seksual. Tindakan-tindakan tersebut dapat menyebabkan ketidaknyamanan, tersinggung, bahkan perasaan merendahkan martabat seseorang, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental.
Pelecehan seksual tidak selalu berkaitan dengan aktivitas seksual. Salah satu jenis pelecehan seksual yang jarang diketahui oleh banyak orang adalah pelecehan gender. Dilansir dari laman Ners Universitas Airlangga, pelecehan gender berupa komentar yang merendahkan gender tertentu, seperti perempuan, dapat dianggap sebagai bentuk pelecehan seksual. Hal ini dapat terjadi baik dalam kehidupan nyata maupun di media sosial, dan mencakup berbagai bentuk seperti komentar negatif, gambar atau tulisan yang merendahkan, serta lelucon yang menghina perempuan. Dengan demikian, siapa pun yang mendengarnya merasa malu. Sayangnya, masih banyak orang kurang memahami dan sering melakukan tindakan yang termasuk dalam pelecehan seksual, baik dengan sengaja maupun tidak.
Di tengah kesadaran akan pentingnya kesetaraan gender dan perlindungan terhadap perempuan, peran perempuan dalam memerangi kekerasan dan pelecehan gender menjadi semakin penting. Ada beberapa peran yang dapat dilakukan oleh perempuan untuk memerangi dan melawan kekerasan serta pelecehan gender, di antaranya, pertama, pendidikan dan kesadaran.
Perempuan dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kekerasan dan pelecehan gender. Mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menghormati hak asasi manusia setiap individu, tanpa memandang dan membedakan jenis kelamin, seperti yang dijelaskan dalam Al Quran Surat An-Nisa’ ayat 32. Ayat ini menyatakan, bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama atas hasil usahanya. Perbedaan yang seharusnya menjadi ukuran dalam membedakan antara laki-laki dan perempuan adalah tingkat pengabdian dan ketakwaannya kepada Allah, bukan berdasarkan jenis kelamin mereka (QS. Al-Hujurat:13).
Mereka juga dapat mengedukasi orang lain tentang tanda-tanda kekerasan dan cara melaporkannya. Contohnya, perempuan dapat menjadi pengajar atau fasilitator dalam program pendidikan atau pelatihan yang bertujuan meningkatkan kesadaran tentang masalah ini.
Kedua, pemberdayaan ekonomi. Dengan memiliki kemandirian ekonomi, perempuan dapat lebih mandiri secara finansial dan memiliki kontrol atas keputusan-keputusan dalam hidup mereka. Hal ini dapat mengurangi risiko terjadinya kekerasan dan pelecehan seksual, karena perempuan yang ekonominya mandiri cenderung lebih percaya diri dan mampu untuk meninggalkan situasi yang berpotensi berbahaya.
Pemberdayaan ekonomi juga dapat membantu perempuan untuk meningkatkan status sosial dan kekuatan dalam masyarakat, sehingga mereka lebih dihormati dan dihargai. Contohnya, program pelatihan keterampilan dan bantuan modal usaha bagi perempuan serta dapat bergabung dengan kelompok usaha bersama untuk saling mendukung dalam meningkatkan pendapatan.
Ketiga, advokasi dan pendampingan. Ada dua jenis advokasi yang dapat dilakukan, yaitu advokasi diri dan advokasi kasus. Advokasi diri melibatkan upaya mengubah pandangan anggota keluarga tentang isu kekerasan berbasis gender melalui diskusi yang konstruktif. Sementara itu, advokasi kasus adalah proses mendampingi korban yang belum mampu membela diri sendiri dengan memenuhi kebutuhan mereka dan menuntut keadilan dengan mengajukan kasus tersebut ke lembaga yang berwenang.
Perempuan dapat menjadi suara bagi korban kekerasan dan pelecehan seksual, memperjuangkan hak-hak mereka, serta mengadvokasi perubahan kebijakan yang lebih baik dalam perlindungan terhadap korban. Mereka juga dapat memberikan pendampingan bagi korban, baik secara emosional, moral, maupun praktis, dalam proses pemulihan dan pencarian keadilan. Contohnya, perempuan dapat aktif dalam organisasi atau lembaga yang bergerak dalam bidang perlindungan korban kekerasan seksual, menjadi relawan untuk memberikan dukungan kepada korban, atau terlibat dalam kampanye advokasi untuk mengubah sikap dan kebijakan yang berkaitan dengan kekerasan dan pelecehan seksual.
Selain tiga peran tersebut, perempuan juga dapat memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada. Dengan cara bijak, misalnya menggunakan media sosial. Beberapa kegiatan atau hal yang dapat dilakukan oleh perempuan dengan memanfaatkan media sosial, yaitu membuat konten-konten edukatif. Konten edukatif dapat berupa postingan yang mengenalkan tentang pelecehan seksual dan memberikan informasi tentang cara mencegahnya.
Selain itu, konten juga dapat berupa cuitan di media sosial yang aktif mengomentari atau merespons konten-konten yang berhubungan dengan pelecehan seksual. Konten tersebut juga dapat berupa audio seperti podcast, visual seperti video edukatif, dan audio-visual yang menggabungkan suara dan video. Platform-platform yang dapat digunakan untuk membuat konten edukatif tersebut di antaranya Instagram, Twitter, TikTok, YouTube, Spotify, dan beberapa platform lainnya.
Selain membuat konten-konten edukatif, perempuan juga dapat melakukan kampanye digital dan membuka serta mengikuti ruang-ruang komunitas di media sosial. Kampanye sendiri merupakan kegiatan yang memberikan dukungan kepada korban pelecehan seksual dan menjadi gerakan awal untuk menyuarakan keadilan bagi perempuan. Dengan mengadakan kampanye online di media sosial, seorang perempuan dapat dengan mudah mengajak perempuan lain yang memiliki kepekaan dan keresahan yang sama untuk bersama-sama melakukan kampanye tersebut, serta menciptakan harapan untuk mencapai impian bersama dalam memerangi pelecehan seksual.
Berbicara terkait komunitas, saat ini banyak komunitas online yang fokus pada hak asasi perempuan. Komunitas-komunitas ini memiliki visi-misi serta tujuan yang sama, yaitu memperjuangkan hak-hak perempuan dan menuntut keadilan yang tersebar di berbagai platform media sosial seperti Instagram, Twitter, TikTok, dan lainnya.
Komunitas ini sering menjalankan program-program kegiatan, seperti seminar atau aksi sosial untuk mengatasi pelecehan seksual. Mem-branding komunitas saat ini menjadi hal penting, karena melalui komunitas, dapat lebih mudah menjangkau orang banyak dan menyatukan visi dan misi dalam memerangi pelecehan seksual.
Untuk menciptakan ruang aman bagi perempuan, tidak cukup hanya sesama perempuan yang mengambil peran. Diperlukan juga kolaborasi yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, dan individu. Semua pihak harus bekerja sama untuk mencapai lingkungan yang medukung hak-hak perempuan dan menghormati martabat mereka sebagai manusia yang setara. Dengan demikian, perempuan dapat berperan secara efektif dalam memerangi kekerasan dan pelecehan gender. {*}
*) Eka Ilmiyatun Nisa, mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Trunojoyo Madura, berdomisili di Gresik, Jawa Timur.
CATATAN: Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulisnya.