SIDOARJO (RadarJatim.id) – Hj. Elly Wahyuningtiyas, SH, M.Psi selaku pelapor dugaan korupsi pungutan liar (pungli) program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Desa Sidokepug tahun 2023, kembali menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan/Penyidikan (SP2HP) dari Unit Tindak Pidana Korupsi Satuan Reserse dan Kriminal Kepolisian Resor Kota (Tipidkor Satreskrim Polresta) Sidoarjo.
Tidak hanya soal dugaan pungli PTSL saja yang dilaporkan Hj. Elly Wahyuningtiyas, ia juga melaporkan ES mantan Kepala Desa (Kades) Sidokepung atas dugaan korupsi penggelapan dokumen dalam jabatan serta penyalahgunaan wewenang pada Januari 2024 lalu.
Dalam SP2HP tertanggal 21 April 2025 dengan nomor : B/941/IV/Res.3.3/2025/Satreskrim itu menyebutkan bahwa penyidik telah memanggil ES dan SH selaku Sekretaris Desa (Sekdes) untuk dimintai klarifikasi.
Berlarut-larutnya kasus hukum atas dugaan tindak pidana korupsi yang menyeret ES mantan Kades Sidokepung mendapat perhatian publik, apalagi ES saat ini menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sidoarjo periode 2024-2029.
Kholilur Rahman, SH, MH, ahli hukum pidana dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) “Veteran” Jawa Timur (Jatim) mengatakan bahwa penyelidikan merupakan serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan.
Dalam pasal 1 angka 5 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa penyelidikan sebagai serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, dengan tujuan untuk menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
Memang dalam KUHAP tidak mengatur secara eksplisit mengenai jangka waktu atau batas waktu penyelidikan. Akan tetapi demi terjaminnya kepastian hukum, seharusnya penyelidik dalam melakukan penyelidikan tidak boleh berlangsung terlalu lama atau tidak berkesudahan.
“Sehingga apabila proses penyelidikan berlangsung lama hingga bertahun-tahun, ini menjadi tanda tanya dan perlu dipertanyakan,” kata Kholilur Rahman saat ditemui awak media, Selasa (29/04/2025).
Dosen Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jatim itu menegaskan bahwa hukum acara pidana itu tentang norma kewenangan, maka dalam melaksanakan kewenangannya penyelidik di kepolisian dituntut untuk profesional dan tidak boleh undue process atau proses hukum yang tidak wajar.
“Tidak adanya batas waktu selama penyelidikan inilah yang diduga dipakai untuk ‘main mata’ oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab,” tegasnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Dr. Jamil, SH, MH, salah satu praktisi hukum Sidoarjo bahwa tidak adanya batasan waktu dalam proses penyelidikan sangat rentan disalah gunakan oleh oknum-oknum penegak hukum tak bertanggung jawab.
“Wewenang yang tidak memiliki batas waktu sangat rentan untuk disalah gunakan,” sampainya.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya itu menjelaskan bahwa adanya batas waktu selama penyelidikan akan memberikan kepastian hukum bagi mereka yang sedang berperkara.
Selain itu, berlarut-larutnya proses penyelidikan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia.
“Maka dari itu, proses penyelidikan harus dilakukan secara cepat, tepat dan transparan. Apalagi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap APH, khususnya kepolisian sedang berada di titik terendah,” ujarnya. (mams)